Umumnya
pada hutan primer terdiri dari 6 strata, yaitu berupa; upper storey, middle
storey, lower storey, under storey, shrub dan herb.
Hutan
Lahan Kering (dryland forest)
Termasuk
ke dalam pengertian hutan lahan kering dataran rendah dan hutan lahan kering
pegunungan yang termasuk ke dalam formasi hutan hujan tropika (tropical rain
forest) yang memiliki cirri-ciri sebagai berikut; iklim selalu basah dengan
tanah yang kering dari berbagai macam jenis tanah, dan kondisi ketinggian yang
beragam dari tanah rendah rata atau berbukit (<1.000 m dpl) dan pada tanah
tinggi (sampai dengan 4.000 m dpl).
Study
kasus di bukit Suharto, Kalimantan timur ditemui bahwa family tanaman dominan
adalah family Dipterocarpaceae, Euphorbiaceae, Lauraceae dan Sapotaceae. Sedangkan untuk jenis dominan yang diperoleh
di lapangan adalah Eusideroxylon zwageri (Lauraceae) dan berbagai jenis
dipterocarpaceae seperti; Shorea laevis dan Shorea johorensis. Sedangkan untuk tanaman pioneer adalah
Macaranga sp (Matius et al dalam Guhardja, 1999).
Menurut
whitmore (1984) dalam Schulte dan schone (1996), keanekaragaman jenis hutan
hujan tropis di dunia sangat melimpah, terutama di hutan-hutan dipterocarpaceae
di wilayah Melanesia. Dan berdasarkan
data tersebut diperoleh gambaran keanekaragaman jenis yang terdapat di wilayah
Kalimantan timur merupakan yang tertinggi dibandingkan wilayah lainnya
(seperti; serawak, papua nugini, brazil, Nigeria).
Menurut
Kesser (1996) di Kalimantan banyak ditemui family Dipterocarpaceae seperti;
kapur, keruing, meranti, merawan, mersawa dan resak yang dikenal sebagai mixed
dipterocarp forest (MDF). Disamping itu, terdapat family lain yang menduduki
lapisan under storey yaitu; Annonaceae, Euphorbiaceae, Lauraceae, Meliaceae,
Myrtaceae, dan Rubiaceae. Hutan dataran
rendah biasanya terdiri dari dipterocarpaceae campuran. Dipterocarpaceae adalah jenis dominan,
khususnya yang menyusun strata kanopi bersama pohon-pohon lain dari family
Annonaceae, Euphorbiacea, Lauraceae, Meliaceae, Myristicaceae, Myrtaceae dan
Rubiaceae. Sedangkan untuk layer
emergent (yang tertinggi) didominasi oleh Caesalpiniaceae (terutama, dialum,
Koompasia, dan Sindora) dan ditambaha jenis lain Dyera costulata (Apocynaceae).
Sedangkan
struktur tegakan memiliki keragaman yang tinggi di hutan lahan kering, baik
dilihat dari struktur vertical maupun horizontal. Untuk sebaran vertical menggambarkan
perbedaan ketinggian pohon dari lantai hutan.
Seperti pada hutan rawa gambut, maka hutan dataran tinggi juga terdiri dari
beberapa strata atau layer dengan batas ketinggian tertentu.
Tingkat
Struktur Vertikal di Hutan Hujan Tropis adalah sbb :
NO
|
STRATA/LAYER
|
KETINGGIAN
|
1
|
shrub
|
Sampai
dengan 2 meter
|
2
|
treelet
|
2 – 10
meter
|
3
|
understorey
|
10 – 20
meter
|
4
|
canopy
|
20
– 30 meter
|
5
|
Emergent/overstorey
|
>30
meter
|
Sementara
itu, manakala kita mengelompokan hutan berdasarkan tingkat gangguan atau
tingkat kerusakan (sudah pernah dilakukan pemanenan atau belum pernah), maka
dapat dikelompokan sebagai berikut :
Hutan
Primer
Hutan
yang belum tersentuh, hutan asli pada kondisi alami. Hutan ini relative tidak dipengaruhi oleh
kegiatan manusia. Hutan primer sering
mempunyai karakteristik canopy atas yang penuh dan biasanya terdiri dari
beberapa layer di bawahnya. Lantai tanah
umumnya bersih dari vegetasi berat karena dengan canopy yang penuh membuat
sedikit cahaya yang masuk, yang diperlukan untuk pertumbuhan dari jenis tanaman
bawah. Kadangkala ketika pohon tumbang,
secara temporal terjadi Light Gap yang terbuka, membuat pertumbuhan dari jenis
tanaman bawah. Hutan primer memiliki
sangat banyak keragaman hayati.
Hutan
Sekunder
Merupakan
hutan yang sudah terganggu dalam perjalanan hidupnya, alami atau tidak
alami. Hutan sekunder bisa terbentuk
oleh sejumlah sebab, dari perubahan hutan akibat penebangan selektif, akibat
pembersihan dan pembakaran hutan yang kembali pulih menjadi hutan. Umumnya hutan sekunder mempunyai
karakteristik (yang menandai tingkat kerusakan) sedikitnya perkembangan
struktur canopy, sehingga lebih banyak cahaya yang menjangkau lantai hutan,
didukung oleh keberadaan vegetasi bawah yang banyak. (DISADUR dari; Modul Teori IHMB, Prof.DR. Nengah Surati Jaya).
Di
bawah ini disajikan data hasil analisis vegetasi pada bagian hutan di
Kalimantan Timur bagian utara pada kawasan bekas tebangan yang diharapkan dapat
meberikan gambaran bahwa Hutan Hujan Tropis yang dikelola dengan memperhatikan
kaidah-kaidah sustainable forest management masih memberikan harapan akan tetap
memberikan manfaat; ekonomi, lingkungan dan social.
Kerapatan Pohon per Ha Berdasarkan Kelompok Jenis dan Kelas
Diameter
|
|||||
Kelas Diameter
|
|||||
Kelompok Jenis
|
10 s/d <20
|
20 s/d <30
|
30 s/d <40
|
40 s/d <50
|
≥50
|
Kayu Dilindungi
|
13
|
3
|
0
|
3
|
5
|
Kayu Indah
|
0
|
2
|
2
|
0
|
0
|
Meranti
|
133
|
53
|
37
|
22
|
13
|
Non Komersil
|
0
|
2
|
0
|
0
|
0
|
Rimba Campuran
|
320
|
43
|
22
|
15
|
15
|
Kerapatan Berdasarkan Kelompok Jenis dan Tingkat Vegetasi
|
|||||
Kelompok Jenis
|
Semai (Ind/Ha)
|
Pancang (Ind/Ha)
|
Tiang (Ind/Ha)
|
Pohon (Ind/Ha)
|
|
Kayu Dilindungi
|
12167
|
107
|
13
|
12
|
|
Kayu Indah
|
167
|
0
|
0
|
3
|
|
Meranti
|
14000
|
507
|
133
|
125
|
|
Non Komersil
|
2167
|
480
|
0
|
2
|
|
Rimba Campuran
|
6167
|
1413
|
320
|
95
|
|
Rata-rata
|
6933
|
501
|
151
|
74
|
Memperhatikan
grafik tersebut di bawah ini menunjukan bahwa strata kawasan hutan bekas
tebangan yang dijadikan sample pada analisis vegetasi ini telah memperlihatkan
bahwa strata hampir mendekati kondisi semula (dicerminkan dengan grafik “J”
yang terbalik).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar