Produk Hutan VS Ekspor Nasional
Mengutip sambutan
Asisten deputi urusan Kehutanan KemenKoekonomi dalam sebuah workshop (September
2012) yang menyatakan bahwa bisnis kayu dan produk kayu Indonesia seharusnya
dapat tumbuh dan memberikan kontribusi yang semakin besar terhadap pertumbuhan
ekspor nasional. Hal ini disebabkab
bahwa kayu atau hutan merupakan sumber daya terbarukan yang dapat dikelola
secara lestari untuk menghasilkan panenan kayu hutan dengan kecepatan tumbuh
yang lebih cepat daripada Negara-negara beriklim sub-tropis.
Namun demikian,
data jumlah, kapasitas dan realisasi produksi industry primer pada tahun 2011
yang disajikan pada workshop yang sama adalah sbb:
No
|
Produk
|
Jumlah
(unit)
|
Kapasitas
(m3)
|
Produksi
(m3)
|
1
|
Kayu lapis
|
137
|
12.001.815
|
3.204.707,52
|
2
|
LVL
|
12
|
531.750
|
|
3
|
Veneer
|
79
|
2.601.045
|
812.343,01
|
4
|
Gergajian
|
250
|
6.296.396
|
907.118,69
|
5
|
chip
|
26
|
43.754.296
|
1.778.435,25
|
T
O T A L
|
506
|
65.652.302
|
|
Manakala
memperhatikan angka-angka dalam table tersebut di atas, betapa kesenjangan
kapasitas industry yang ada dengan realisasi produksi yang hanya mencapai 25 %
dari kapasitas (kayulapis/LVL); 31 % (veneer); 15 % (gergajian) dan 4 %
(chip).
Sehingga sudah
selayaknya menjadi PR bersama semua stakeholders bagaimana upaya dan peran
masing-masing untuk dapat menumbuhkembangkan kembali kapasitas industry
perkayuan Indonesia yang sudah tersedia guna mendukung pertumbuhan ekonomi
nasional.
Karena menjadi
sebuah pertanyaan; sumber bahan baku jelas Indonesia memiliki dibandingkan beberapa
Negara industry perkayuan lainnya, kapasitas industry sudah tersedia, biaya
tenaga kerja masih bersaing. Jadi
Kenapa.?.?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar