Kamis, 14 Februari 2013

PENERTIBAN PUNGUTAN DAN IMPLIKASINYA



Bagaikan bola salju yang terus menggelinding isu penertiban pungutan yang awalnya dilontarkan menteri tenaga kerja beberapa waktu lalu, gema dan polemiknya tidak hanya ditingkat pusat tapi juga membekas ke daerah-daerah termasuk Kalimantan Timur.
Banyak aspek yang dibahas atas keterkaitan adanya pungutan-pungutan ini dengan tingkat kesejahteraan untuk karyawan swasta, pegawai negeri maupun daya saing produk Indonesia dalam menghadapi persaingan global pada era perdagangan bebas yang tidak lama lagi akan diberlakukan.
Menghadapi persaingan perdagangan internasional pada waktu mendatang, bagi Indonesia sebagai salah satu Negara yang sedang membangun, peluang untuk mengekspor barang dagangannya ke Negara maju mempunyai masalah yang kompleks dan tidak mudah untuk dipenuhi.
Karena banyak hal yang dipersyaratkan para konsumen Negara maju, selain kualitas yang terjaga, harga yang bersaing, waktu penyerahan tepat yang sesuai dengan keperluan dan kontrak, juga adanya persaingan sesama Negara berkembang yang umumnya mempunyai produk yang serupa.
Dengan kondisi seperti itu, sudah jelas hanya produk-produk yang mempunyai nilai kompetitif saja yang akan mampu menembus pasar, tidak hanya pasar internasional tapi juga pasar domestic. Karena apa ? Apabila produk domestic tidak mempunyai daya saing, maka pangsa pasar sendiri pun akan dimasuki produk-produk impor, apabila hal ini terjadi maka jangankan bersaing di pasar Negara lain, didalam negeri pun akan kedodoran.
Mudah-mudahan saja hal ini hanya kekhawatiran penulis yang salah, karena memang apabila membayangkan hal seperti itu menjadi suatu kenyataan, maka akan menimbulkan berbagai dampak turunan yang tidak sederhana.
Jadi jelas sudah, bahwa perbaikan dan atau peningkatan daya saing produk industri kita harus segera dilakukan kalau tidak mau terlambat.
Hal inilah yang diharapkan menteri tenaga kerja dengan adanya penertiban pungutan akan memberikan peluang bagi peningkatan kesejahteraan karyawan swasta yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas kerja sebagai salah satu unsur perbaikan daya saing produk.
Namun Ketua Apindo Suratno Hadisuwito dalam Business News (4 Maret 1996) menyatakan bahwa pemangkasan berbagai pungutan yang dilakukan pemerintah tidak mempunyai kaitan langsung dengan upah pekerja maupun produktivitas. Peningkatan produktivitas bukan semata-mata faktor buruh, tapi bisa juga karena investasi dalam mesin-mesin dan teknologi yang digunakan.

PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Trend perdagangan internasional yang perlu diperhatikan dan dicermati perkembangannya karena langsung ataupun tidak langsung akan banyak mempengaruhi pola perdagangan pada masa mendatang, antara lain :
1.  W T O
World Trade Organization diawali dengan persetujuan dan penandatanganan kesepakatan Putaran Uruguay/GATT di Marrakesh, Maroko pada bulan April 1994, dimana sekarang dituntut konsistensi semua Negara yang telah meratifikasinya.
Dengan adanya kesepakatan ini, maka masyarakat dunia akan melaksanakan perdagangan internasional yang terbuka.

2.  A F T A
ASEAN Free Trade Area, merupakan suatu langkah antisipasi Negara-negara anggota ASEAN dalam menghadapi perkembangan ekonomi global.
Langkah awal guna mempercepat proses pembentukan AFTA, telah dikembangkan kerjasama sub regional pusat pertumbuhan ekonomi yang melibatkan beberapa wilayah Negara anggota ASEAN, seperti :
Sijori (Singapura-Johor-Riau) yang merupakan pembentukan pusat pertumbuhan pusat pertumbuhan ekonomi antara Indonesia, Malaysia dan Singapura yang diwakili wilayah Singapura, Johor dan Riau.
Pertumbuhan ekonomi wilayah timur anggota ASEAN yang meliputi kerjasama antara Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Filipina (BIMP-EAGA).

3.  A P E C
APEC sebagai suatu forum kerjasama Negara-negara Asia Pasifik yang dikenal mempunyai pertumbuhan ekonomi yang cepat dan dinamis pada saat ini dan diperkirakan oleh banyak kalangan bahwa kawasan ini akan banyak berperan dalam pertumbuhan ekonomi dunia pada masa mendatang.




PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING

Menarik untuk disimak lebih jauh pernyataan Ketua Apindo seperti dikutip diatas yang menyatakan bahwa pemangkasan berbagai pungutan tidak mempunyai kaitan langsung dengan upah pekerja maupun produktivitas. Jadi kalau begitu, aspek apa yang bisa mendorong produktivitas kerja ? Memang betul berbicara produktivitas kerja, banyak dimensi atau pun variable yang harus dibahas, yaitu :
Teknologi industri, jenis atau tipe mesin yang digunakan akan banyak berpengaruh pada produk yang dihasilkan baik dari sudut kualitas produk maupun jumlah yang biasa diproduksi per satuan waktu akan berbeda antara teknologi yang satu dengan teknologi lainnya. Selain itu tingkat efisiensi penggunaan energi penggerak (bahan bakar) dan optimalisasi penggunaan bahan baku akan ikut mempengaruhi struktur atau komposisi biaya produksi suatu produk.
Mekanisme dan suasana kerja di lokasi produksi akan mewarnai kemampuan, gairah kerja dan kerelaan bekerja yang pada akhirnya bermuara pada motivasi kerja yang mendukung produktivitas atau malah sebaliknya.
Kualitas sumber daya manusia (SDM), kecanggihan teknologi yang digunakan perlu didukung kualitas SDM-nya, karena hasil akhirnya akan banyak ditentukan oleh the man behind the gun. Permasalahannya sekarang adalah upaya apa yang perlu dilakukan guna membentuk SDM yang berkualitas, yang mempunyai motivasi tinggi ataupun memiliki etos kerja yang baik.
Suseno TW (Business News) mengatakan bahwa fackor lingkungan di mana seseorang berada merupakan suatu masukan dan penentu bagi kualitas manusia. Sehingga berbicara masalah pengembangan SDM untuk meningkatkan produktivitas kerja, maka seharusnya tidak lepas dari bagaimana upaya meningkatkan kondisi lingkungan manusia itu sendiri.

Produktivitas penduduk akan rendah bila kondisi lingkungan sangat buruk. Tampak bahwa sebetulnya kondisi lingkungan/kualitas tempat tinggal seseorang akan banyak mempengaruhi kesehatan para penghuninya baik kesehatan fisik maupun psikis. Apabila kondisi kesehatan seseorang sering terganggu otomatis  akan mempengaruhi produktivitas yang bersangkutan. Kondisi tempat tinggal bagaimana yang layak, barangkali sirkulasi udara cukup baik, adanya sarana penerangan yang memadai, ratio jumlah penghuni dengan luas bangunan seimbang dan lainnya.
Jadi memang benar kalau dikatakan bahwa penertiban pungutan tidak mempunyai kaitan langsung dengan produktivitas kerja.
Namun apabila ditelusuri lebih jauh, ternyata mempunyai kaitan tidak langsung yang cukup erat apabila pengusahanya mempunyai komitmen untuk memperhatikan kesejahteraan pekerjanya. Dimana dengan adanya perbaikan upah pekerja, maka akan terjadi perbaikan daya beli para pekerja, hal ini diharapkan bisa meningkatkan kemampuan pekerja memperbaiki kualitas lingkungan (tempat tinggal) sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas.
Produktivitas kerja para pekerja sebagai salah satu unsur yang mempengaruhi daya saing pemasaran suatu produk akan lebih terasa pengaruhnya apabila didukung aspek lainnya secara simultan, baik dukungan pengusaha guna mengevaluasi kembali produktivitas teknologi yang digunakan maupun kesiapan pemerintah dalam menekan biaya ekonomi tinggi.
Dalam kaitan pengurangan biaya ekonomi tinggi inilah diharapkan peran dari adanya upaya penertiban pungutan yang akhir-akhir ini didengungkan dan mudah-mudahan bisa direalisasikan dengan baik dan penuh kerelaan.
Penertiban pungutan hanyalah merupakan langkah pembenahan pada suatu “akibat” yang terjadi pada akhir proses, ibarat adanya keharusan industri memiliki unit pengelolaan limbah guna menetralisir limbah yang terjadi. Di mana proses UPL ini biasanya lebih mahal dan lebih kompleks, karena perbaikan dilakukan pada akhir proses kegiatan. Demikian pula penertiban pungutan, barangkali akan lebih sederhana apabila dikaji akar permasalahan yang menyebabkan semaraknya pungutan sebagaimana banyak dibicarakan berbagai kalangan.
Terdapat dua sisi yang nampaknya mempunyai kontribusi dalam semaraknya pungutan ini, yaitu unsur pemerintah  dan unsur pengusaha sendiri.
Unsur pemerintah, sementara ini banyak pihak seringkali mengaitkan dengan tingkat kesejahteraan pegawai pemerintah, namun kalau penulis tidak salah beberapa waktu lalu Prof Soemitro Djojohadikusumo pernah melontarkan bahwa tingkat kebocoran anggaran mencapai angka 30 %.
Walaupun waktu itu kemudian terjadi polemic mengenai besarnya kebocoran tersebut yang juga dikomentari oleh Ketua Bappenas bahwa tidak sebesar itu.
Terlepas dari polemic prosentase, namun yang jelas Prof Soemitro yang sudah terkenal sebagai “Begawan Ekonomi Indonesia” tentunya mempunyai perhitungan empiris yang mendasari dan apakah mungkin angka tersebut dialokasikan guna perbaikan kesejahteraan pegawai pemerintah secara menyeluruh. Hanya sejauhmana pengaruhnya, mungkin para ahli ekonomi, para ahli perencana pembangunan yang lebih bisa lebih memahaminya.
Kemungkinan lainnya seiring dengan autonomi daerah, barangkali perlu dikaji adanya kewenangan daerah membentuk unit-unit usaha sesuai unggulan setempat, dimana sebagian keuntungannya digunakan dalam upaya peningkatan kesejahteraan tersebut.
Hal ini yang perlu dicermati yang barangkali mempunyai pengaruh atas terjadinya pungutan tersebut adalah jumlah persyaratan yang diperlukan guna memperoleh perizinan suatu aktivitas usaha. Semakin banyak dan panjang persyaratan yang diperlukan akan merangsang tumbuhnya upaya-upaya jalan pintas.
Unsur pengusaha, para pengusaha dan jajarannya pun mempunyai andil terbentuknya pungutan-pungutan tersebut. Untuk itu diperlukannya kesiapan kalangan usaha dalam memenuhi persyaratan dan prosedur yang diperlukan. Dalam hal ini wujud terimakasih pengusaha bisa diwujudkan dalam fasilitas social yang bisa dinikmati banyak orang, baik fasilitas diinstansi tertentu ataupun fasilitas yang bisa dimanfaatkan masyarakat umum.
Namun semua politik pemerintah yang berupaya melakukan penertiban pungutan ini merupakan langkah yang bijaksana yang perlu didukung oleh semua pihak yang terkait.
Hingga bagaimana kesiapan kita beralih dari pola NATO menyongsong berlakunya AFTA dalam artian Not Action Talk Only menjadi Action First Talk After.












Tidak ada komentar:

Posting Komentar