Organisasi sebagai suatu
bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang melakukan kerja sama untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama dan terikat dalam kedudukannya
sebagai kelompok pemimpin dan yang dipimpin.
Menterjemahkan kata
organisasi banyak orang bisa berbeda pendapat, namun yang jelas merupakan
tempat banyak orang menghimpun diri, mengikatkan diri ataupun hanya sekedar
kumpul-kumpul sambil minum kopi. Barangkali yang bisa disepakati adalah
organisasi biasanya ada yang menjadi pengurus/pemimpin yang mengatur rodanya
perhimpunan tersebut dan terdapat anggota yang merupakan bagian yang diatur
dalam perjalanan organisasi yang dimaksud.
Apa alasan banyak orang
untuk menghimpun diri ? Di sinilah
keterpaduan, kelancaran maupun kebersamaan anggota atau organisasi diawali,
karena apa ? Alasan seseorang untuk bergabung pada suatu organisasi akan banyak
mempengaruhi kiprah yang bersangkutan dan pada akhirnya akan mewarnai bentuk
organisasi yang diikutinya.
Menilik sejarah bangsa
kita sekian puluh tahun yang lalu, dimana pada saat itu kemudian dinamakan era
kebangkitan nasional dengan ditandai bermunculannya berbagai organisasi
seperti, Jong Celebes, Jong Ambon dan banyak yang lainnya yang kita lihat
nampak jelas bahwa organisasi-organisasi tersebut didirikan secara berbau SARA,
paling tidak kesukuan. Tapi dibalik itu semua, ternyata mempunyai suatu sasaran
yang sama atau target utama pencapaian
berdirinya organisasi tersebut yakni demi mewujudkan kemerdekaan Negara
Indonesia.
Para anggota organisasi
ini menyadari bahwa mereka berbeda suku bangsa, berbeda bahasa dan perbedaan
lainnya, namun dengan kesadaran yang penuh dan jelas merekapun sepakat bahwa
tujuan dari berbagai organisasi tersebut adalah sama. Inilah salah satu
kekayaan ataupun salah satu potensi yang dimiliki bangsa kita, berbeda-beda
suku, berbeda-beda pulau tapi tetap satu.
Fenomena bermunculannya
organisasi pada sekian puluh tahun yang lalu, nampaknya pada era tahun 90-an
ini menjadi suatu mode kembali. Berbagai nama perhimpunan bermunculan dengan
berbagai ragam figure individu yang ditonjolkan ataupun menonjolkan
keberadaannya.
Suatu trend yang layak
untuk diikuti dan dicermati perkembangannya guna menentukan pilihan, organisasi
mana yang akan diikuti ataupun sekadar menjadi pengamat walaupun dalam tahap
masih amatiran, paling tidak bias menjadi penonton ataupun pendengar yang baik
dalam arti bisa memahami kemana arah dan tujuan perjalanan organisasi dimaksud.
Pembentukan organisasi
pada decade tahun 90-an ini kelihatannya mengarah pada komitmen atau konsep
demokrasi, jadi berlainan dengan dekade sebelumnya yakni demi kemerdekaan suatu
bangsa, tapi saat ini adalah upaya pengisian alam kemerdekaan itu sendiri, baik
pendemokrasian melalui organisasi kecil dan sederhana maupun dalam lingkup
lebih luas yakni organisasi penyelenggaraan pemerintahan.
Sudah cukup banyak
pemikiran dilontarkan para ahli maupun kampium pada decade tahun 20-an ternyata
telah memperkuat dan mempunyai andil yang tidak kecil atas kemerdekaan republic
ini. Fenomena bermunculannya perhimpunan, bisa dikatakan hampir serupa dengan
yang terjadi pada periode tahun 90-an ini, namun sejarah masih terus berjalan,
roda organisasi yang didirikan masih terus berputar. Akan ke mana terminal
akhir yang akan disinggahi roda-roda tersebut, masih diperlukan waktu untuk
pembuktiannya.
Isyu demokrasi semakin
sering terdengar seiring mendekatnya pelaksanaan peserta demokrasi rakyat
Indonesia, Pemilu 1997. Pesta demokrasi lima tahun ini memang bisa dijadikan
suatu wahana, salah satu tolok ukur proses ataupun tahapan pelaksanaan
demokrasi mulai awal kegiatan hingga menelorkan suatu produk akhir yang akan
merupakan awal perjalanan bangsa lima tahun mendatang.
Namun apabila dicermati,
beberapa perkembangan organisasi akhir-akhir ini cenderung pada pembentukan
oposisi, langsung atau tidak langsung ataupun istilah lainnya pengurus
tandingan. Sebagai ilustrasi kepada kita contohnya pembentukan pengurus DPD
sebuah organisasi yang menghasilkan dua kepengurusan yang masing-masing
mengklaim bahwa pihaknya yang paling berhak sebagai pengurus dan kelihatannya
belum mencapai suatu titik temu.
Atau sebuah organisasi
massa yang mempunyai anggota cukup besar yang juga dalam perjalanannya setelah
muktamar menghasilkan pula pengurus tandingan, demikian pula sebuah organisasi
yang dilahirkan dan dikembangkan oleh para anggotanya sebagai lokomotif
demokrasi, ternyata dalam estafet kepemimpinannya juga tidak menghasilkan suatu
kesepakatan yang bias diterima semua pihak yang terkait.
Kebhinekaan merupakan
suatu fakta yang dihadapi bangsa kita, namun sesuai dengan motto Bhineka
Tunggal Ika, maka biarpun perbedaan yang tetap beda. Melainkan menghargai
adanya perbedaan, tetapi tetap bersepakat pada keputusan ataupun kesepakatan
yang dihasilkan. Dalam hal inilah perlu menumbuhkembangkan konsep “kerjasama
untuk bersama” tidak untuk salah satu pihak.
Hal lain berkaitan dengan
pelaksanaan demokrasi, DR Nurcholish Madjid (Manuntung 16 Maret 1996)
mengatakan bahwa pelaksanaan demokrasi di Negara kita masih perlu terus
disempurnakan. Karena demokrasisasi merupakan proses eksperimen menuju
system demokrasi yang tepat diterapkan
di suatu Negara. Juga Cak Nur mengatakan bahwa langkahnya bersama sejumlah
tokoh prodemokrasi mendirikan Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP)
merupakan upaya untuk ikut melakukan eksperimen demi penyempurnaan
demokratisasi.
Apakah statement Cak Nur
ini ada relevansinya atau mungkin bisa kita tarik suatu benang merah
terbentuknya beberapa pengurus tandingan organisasi pada akhir-akhir ini
sebagai upaya eksperimen pula. Namun suatu hal yang harus dipertimbangkan
bersama dalam memperhatikan kelahiran dualisme kepemimpinan organisasi pada ini
adalah pada prinsipnya kedua belah pihak selalu merasa paling ataupun sudah
sesuai dengan konstitusi, sesuai dengan AD/ART, sesuai aspirasi massa atau
sesuai konsep demokrasi tersebut. Hingga masing-masing pihak mendudukan dirinya
pada kursi yang benar, sementara saudaranya yang lain pada kursi yang salah.
Kalau sudah sampai pada tahap ini, maka siapa yang berhak menjadi wasit,
pertanyaan berikutnya, sejauhmana keberadaannya diakui, diterima dan dituruti
oleh kedua belah pihak.
Sementara ini dikenal
adanya kelompok prodemokrasi, sekilas bias kita tangkap bahwa kalau ada
kelompok yang pro maka biasanya ada
pihak lain yang dikategorikan kontra. Namun apabila sesama anggota pro ataupun sesama
kontra ternyata juga tidak bisa saling bersepakat atas suatu kesimpulan
musyawarah mufakat bahkan voting yang telah dilakukan, dinamakan apalagi
kelompok dalam kelompok ini.
Karena apabila ukurannya
adalah kepuasan totality semua pihak yang terkait, mungkinkah hal tersebut bisa
terwujud? Kalau bisa, maka patut disyukuri, apabila tidak bisa, apakah
diperlukan pemisahan diri dari wadah yang telah disepakati sebelumnya.
Betapa beratnya para
pendahulu Republik ini untuk mengurangi bahkan mungkin menghilangkan ego
kepentingan dirinya, ego kepentingan kelompoknya guna menerima kesepakatan
bahwa kita ini pada dasarnya adalah berbeda-beda, tapi tetap satu.
Disinilah terlihat
jelas, bahwa tidak ada yang menjadi pemenang, begitu juga tidak ada yang kalah,
semua merasa Win-Win.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar