Sabtu, 15 Juni 2013

PRINSIP DASAR KELESTARIAN PRODUKSI

Tegakan hutan adalah selalu berubah setiap saat baik karena pertambahan maupun pengurangan .Pertambahan tegakan selain terjadi oleh adanya pertambahan luas areal juga terjadi oleh adanya pertumbuhannya (riap). Pengurangan tegakan bisa terjadi yang selain karena penebangan (resmi maupun illegal) juga oleh kejadian alami (kematian pohon penyusun tegakan, kebakaran, dsb). Pada hutan alam primer (banyak disebut sebagai virgin forest), pertambahan volume tegakan untuk areal yang sama diteorikan sebagai yang seimbang dengan total volume individual penyusun tegakan, atau dengan kata lain setiap saat tidak ada perubahan volume tegakan.  Untuk hutan sekunder, kondisi demikian tidak terjadi lagi yakni setiap saat akan berubah yang dalam jumlah nettonya akan menunjukan perubahan baik ke arah pertambahan (menaik) maupun kearah pengurangan (penurunan).

Sehubungan dengan karakteristik demikian itulah maka dalam pengelolaan hutan, inventarisasi hutan menyeluruh berkala menjadi suatu keharusan.  Semakin pendek rentang waktu IHMB akan semakin bagus, karena perkembangan tegakan akan diikuti dengan lebih pendek namun dana total yang diperlukan semakin tinggi.  Sebaliknya, semakin lama rentang waktu antara satu IHMB ke IHMB berikutnya akan memerlukan dana pembiayaan total yang semakin rendah namun informasi perkembangan tegakan akan semakin lambat diketahui.  Padahal, informasi yang lebih cepat akan lebih baik untuk kepentingan pengelolaan hutan.


IHMB yang ideal adalah dilaksanakan setiap tahun (akhir tahun) sekali, agar sejalan dengan sistem pembukuan aktiva perusahaan yang juga dibuat setiap akhir tahun itu.  Namun, dana total yang perlu dialokasikan untuk IHMB aktiva tegakan adalah dirasakan sebagai yang terlalu besar.  Oleh karena itu, IHMB yang setahun sekali dilaksanakan dianggap sebagai yang memberatkan pengusahaan hutan.  Di perum Perhutani, IHMB diajarkan Belanda sebagai yang dilaksanakan dalam rentang waktu 10 tahunan sekali.

Hasil gambaran aktiva tegakan menyeluruh (dalam unit manjemen ybs) yang diketahu melalui proses antara bermanfaat untuk penentuan pengaturan hasil, yakni penentuan etat tegakan, yang dalam bentuk akhirnya digunakan bagi penentuan rencana pengaturan hasil selama jangka waktu yang sesuai dengan rentang waktu antar IHMB.  Oleh karena itu, dapat dijelaskan kiranya, kenapa etat tebangan untuk suatu Bagian Hutan selalu dihitung kembali pada setiap awal jangka waktu RKPH pada kelas perusahaan Jati (atau lainnya) di Perum Perhutani di Jawa.  Yakni, adalah untuk kepentingan penetuan Rencana Penebangan menurut waktu dan tempat.  Dengan penentuan etat tebangan selalu dikreksi pada awal jangka RKPH itu, maka dalam jangka panjang teoritis akan terlihat bahwa kondisi stock tegakan akan berkembang ke arah mendatar, karena koreksi etat tebangan (yang semestinya juga diikuti dalam pelaksanaan penebangan) ini (yakni apabila stock tebangan adalah tinggi, etat ditetapkan RKPH akan tinggi dan akan ditetapkan rendah pula apabila kondisi tegakan pada awal jangka RKPH adalah rendah).

Demikianlah, teori kelestarian produksi telah diajarkan belanda melalui penerapan prosedur pengelolaan produksi di Perum Perhutani.  Dan dengan dengan ini dapat dijelaskan kiranya bahwa rentang waktu terpanjang pada jangka perencanaan pengusahaannya di Perum Perhutani adalah 10 tahun, yakni adalah karena IHMB dilaksanakan setiap 10 tahun sekali.  Suatu perkembangan baik telah terjadi di Perum Perhutani, yakni bahwa nampaknya dikenalkan adanya risalah sela, yakni risalah antar IHMB regulernya (5 tahun setelah IHMB reguler).  Sayang, mungkin data hasil risalah sela belum digunakan secara maksimal (misalnya bisa untuk koreksi penentuan etat yang dilaksanakan melalui IHMB sebelumnya bagi penentuan target penebangan 5 tahun berikutnya).
DISALIN DARI PAPER DR SOFYAN P. WARSITO; RESTRUKTURISASI SISTEM PERNCANAAN PENGELOLAAN TEGAKAN HUTAN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar