Kegiatan
perambahan sekaligus melakukan penebangan dan penggesekan kayu di dalam kawasan
hutan seringkali ditemukan, baik secara terang-terangan ataupun berupa kegiatan
yang tersembunyi, sehingga tidak terlihat dari pinggir jalan ataupun dari tepi
sungai.
Manakala
ditelusuri ke bagian dalam suatu kawasan, maka seringkali ditemukan adanya
kegiatan penggesekan yang masih berjalan atau sudah ditinggalkan alias hanya
tersisa berupa limbah kayu gesekan atau kadangkala tumpukan kayu gesekan yang
siap angkut, namun sudah tidak terlihat aktivitas dan pelakunya.
Menghadapi
kondisi seperti itu, seringkali menimbulkan dilemma bagi para rimbawan pekerja,
dimana di satu sisi terikat dengan kewajiban yang diamanatkan perundangan untuk
dapat mengamankan kawasan hutan yang menjadi tanggungjawab sebagai areal kerja,
sedangkan di sisi lain menghadapi sebagian masyarakat yang menjadikan
penggesekan kayu sebagai nafkah keluarga.
Berdasarkan
pemahaman selama ini, bahwa sebenarnya aktivitas penggesekan oleh sebagian
warga terdekat dengan kawasan hutan masih memungkinkan sejauh hanya untuk
keperluan domestic di wilayah desa ybs.
Akan tetapi seiring dengan adanya perbaikan aksesibilitas serta
perkembangan wilayah, utamanya dengan adanya pemekaran kabupaten yang
berdekatan, yang secara otomatis terjadinya peningkatan keperluan bahan
kayu. Dengan sendirinya, kondisi ini
menumbuhkan sekelompok warga yang berperan sebagai pengumpul atau pemodal yang
bergerak secara lebih aktiv ke desa-desa yang berada di tepi kawasan
hutan. Sehingga secara otomatis, akan
meningkatkan kegiatan penggesekan ini di dalam kawasan hutan. Maka dalam tahap ini sudah merupakan ancaman
atau kategori gangguan terhadap keutuhan kawasan hutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar