Jumat, 03 Mei 2013

Illegal VS Nafkah Keluarga



Kegiatan perambahan sekaligus melakukan penebangan dan penggesekan kayu di dalam kawasan hutan seringkali ditemukan, baik secara terang-terangan ataupun berupa kegiatan yang tersembunyi, sehingga tidak terlihat dari pinggir jalan ataupun dari tepi sungai.



Manakala ditelusuri ke bagian dalam suatu kawasan, maka seringkali ditemukan adanya kegiatan penggesekan yang masih berjalan atau sudah ditinggalkan alias hanya tersisa berupa limbah kayu gesekan atau kadangkala tumpukan kayu gesekan yang siap angkut, namun sudah tidak terlihat aktivitas dan pelakunya.


Menghadapi kondisi seperti itu, seringkali menimbulkan dilemma bagi para rimbawan pekerja, dimana di satu sisi terikat dengan kewajiban yang diamanatkan perundangan untuk dapat mengamankan kawasan hutan yang menjadi tanggungjawab sebagai areal kerja, sedangkan di sisi lain menghadapi sebagian masyarakat yang menjadikan penggesekan kayu sebagai nafkah keluarga.

Berdasarkan pemahaman selama ini, bahwa sebenarnya aktivitas penggesekan oleh sebagian warga terdekat dengan kawasan hutan masih memungkinkan sejauh hanya untuk keperluan domestic di wilayah desa ybs.  Akan tetapi seiring dengan adanya perbaikan aksesibilitas serta perkembangan wilayah, utamanya dengan adanya pemekaran kabupaten yang berdekatan, yang secara otomatis terjadinya peningkatan keperluan bahan kayu.   Dengan sendirinya, kondisi ini menumbuhkan sekelompok warga yang berperan sebagai pengumpul atau pemodal yang bergerak secara lebih aktiv ke desa-desa yang berada di tepi kawasan hutan.  Sehingga secara otomatis, akan meningkatkan kegiatan penggesekan ini di dalam kawasan hutan.  Maka dalam tahap ini sudah merupakan ancaman atau kategori gangguan terhadap keutuhan kawasan hutan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar