Senin, 29 April 2013

SIFAT DIAGNOSTIK KAYU



1.    Pengertian sifat makroskopis dan mikroskopis

Metoda pengenalan jenis kayu secara praktis dan ilmiah adalah suatu metoda pengenalan jenis kayu yang berdasarkan kepada sifat-sifat struktur anatominya.  Struktur anatomi suatu jenis kayu adalah merupakan sifat yang obyektif yang secara konstan terdapat di dalam kayu.

Sifat-sifat obyektif tsb ada yang sudah jelas dilihat dan diamati hanya dengan menggunakan mata telanjang (tanpa bantuan alat).  Ada juga sifat-sifat obyektif yang baru jelas dapat dilihat apabila mata kita dibantu dengan suatu alat, misalnya loupe atau mikroskop.

Menurut Anonymous (1976) dan Pandit (1985) sifat-sifat obyektif yang sudah jelas dilihat dan diamati hanya dengan mata telanjang atau paling dibantu dengan loupe dinamakan sifat makroskopis.  Sedangkan yang disebut sifat mikroskopis adalah sifat-sifat obyektif dari kayu yang baru akan jelas diamati apabila mata kita dibantu dengan mikroskop.

2.    Pengertian sifat diagnostic

Pengertian sifat diagnostic apabila ditinjau dari asal atau kata seperti yang terdapat dalam Echols dan Shadily (1982) mengandung makna sebagai suatu hal yang mendasar.  Bila kita hubungkan dengan pendapat Pandit (1985) bahwa yang dimaksud sifat diagnostic kayu adalah sifat-sifat yang ada pada kayu, baik bersifat makroskopis maupun mikroskopis yang mempunyai arti penting hingga dapat mencirikan jenis kayu ybs.  Dengan kata lain, sifat diagnostic kayu adalah suatu keadaan atau suatu komposisi berbagai sifat yang dimiliki suatu jenis kayu hingga merupakan suatu hal yang khas bagi kayu ybs.

Sifat diagnostic inilah yang dipakai untuk pengenalan jenis kayu.  Dimana menurut Flemmich (1959) pengenalan jenis kayu yang benar haruslah berdasarkan struktur kayu, bukan didasarkan pada warna atau penampakan yang umum.  Ciri-ciri yang umum ini boleh digunakan untuk pengenalan beberapa jenis kayu apabila sudah memperoleh pengalaman yang cukup.  Tetapi penting mendasarkan pada struktur kayu apabila masih meragukan.

Akan tetapi kalau kita mengingat kembali pengertian sifat diagnostic kayu yang bisa mengandung sifat makroskopis maupun mikroskopis, maka menurut penulis bahwa tidak mutlak pengenalan jenis kayu itu harus berdasarkan struktur kayu.  Apabila kumpulan cirri-ciri kayu yang bersifat makroskopis sudah bisa mencirikan jenis kayu ybs, maka tidak perlu mengamati sifat mikroskopisnya.  Barulah kita menggunakan cirri yang bersifat mikroskopis kalau cirri makroskopisnya tidak bisa mencirikan jenis kayu tsb.

3.    Sifat Kasar kayu

a.   Kayu gubal dan kayu teras
Kayu gubal atau sapwood dan kayu teras atau heartwood sering dicirikan dengan perbedaan warna antara keduanya, dimana kayu gubal mempunyai warna yang lebih terang.  Pada umumnya kayu gubal lebih kaya akan bahan makanan, dimana pada waktu kayu itu berbentuk gelondongan, maka kayu gubal lebih banyak mengandung air (Flemmich, 1959).

Kayu gubal adalah bagian kayu yang masih muda yang terdiri dari sel-sel yang masih hidup dan berfungsi sebagai penyalur cairan dan tempat penimbunan zat-zat makanan.  Tebal lapisan kayu gubal bervariasi menurut jenis pohon, umumnya jenis yang tumbuh cepat mempunyai lapisan kayu gubal lebih tebal dibandingkan kayu terasnya.

Sedangkan yang dimaksud dengan kayu teras adalah kayu yang tersusun dari sel-sel yang telah mati.  Hal ini disebabkan terhentinya fungsi sebagai penyalur cairan dan lain-lain proses kehidupan.  Kayu teras dapat mengandung berbagai macam zat yang member warna lebih gelap, tetapi tidak mutlak semua kayu teras demikian.  Pada beberapa jenis tertentu kayu teras banyak mengandung bahan-bahan ekstraktif yang member keawetan pada kayu.  Walaupun tidak semua jenis kayu yang memiliki zat ekstraktif sudah dapat diapstikan keawetannya (Dumanauw, 1982).

b.   Warna kayu
Menurut Nitihardjo dan Adiwidjaya (1979) dan Lanyon (1981) warna kayu sangat berubah-ubah tergantung pada umur pohon, bagian kayu dalam pohon, kelembaban dan penyimpanan.

Warna kayu terutama disebabkan karena zat ekstraktif pada kayu.  Warna kayu sangat bervariasi, dimana perbedaannya tidak hanya terjadi pada jenis kayu yang berbeda saja, melainkan juga dapat terjadi dalam jenis yang sama.

Apabila kita ingin menggunakan warna kayu untuk pengenalan jenis kayu, maka yang digunakan adalah warna dari kayu terasnya.  Warna kayu gubal biasanya kurang khas hingga kurang bernilai diagnostic untuk pengenalan jenis kayu (Pandit, 1985).

c.   Kesan raba
Kesan raba suatu jenis kayu adalah kesan yang diperoleh pada saat kita meraba permukaan kayu tsb.  Ada kayu bila diraba member kesan kasar, halus, licin, dingin dsb.  Kesan raba yang berbeda-beda itu menurut Nitihardjo (1979) dan Dumanauw (1982) tergantung dari tekstur kayu, besar kecilnya air yan dikandung dan kadar zat ekstraktif di dalam kayu.

d.   Tekstur
Tekstur kayu menandakan variasi dan ukuran sel pembentuknya (Flemmich, 1959) dan menurut Menon (1967) tekstur berhubungan dengan kwalitas kayu, yang mana ditentukan oleh ukuran dari elemen struktur dasar dan penysunannya.  Tekstur dikatakan halus apabila elemen-elemennya (pori-pori dan jari-jari) berukuran kecil dan dikatakan kasar apabila elemen-elemennya besar.

Sedangkan Meniado dkk (1974) membagi atau mengelompokan tekstur berdasarkan ukuran pori adalah sbb :
1.      Sangat halus, apabila pori hanya dapat dilihat dengan bantuan kaca pembesar.
2.      Halus, apabila Nampak dengan mata telanjang.
3.      Agak kasar, apabila Nampak jelas dengan mata telanjang.
4.      Kasar, apabila pori itu sangat jelas atau dapat dibedakan dengan mata telanjang.

e.   Serat
Sifat serat dalam pengenalan kayu berarti sifat dari kayu yang menunjukan arah orientasi umum dari sel-sel yang panjang di dalam kayu terhadap sumbu batangnya (Pandit, 1985).

Serat bertambah besar dan bertambah panjang sejalan dengan fase pertumbuhan dari sel induk atau initial sel menjadi sel yang dewasa.  Tahap pertama dari pertumbuhan serat adalah pembesaran kearah horizontal atau pembesaran diameter.  Sedangkan tahap kedua adalah pertambahan panjang pada arah longitudinal, yang mungkin terjadi sebelum pertumbuhan diameter selesai (Priasukmana dan Sarajar, 1974).

f.     Bau dan rasa
Menurut Lanyon (1981) dan Pandit (1985) sejumlah kayu mempunyai bau yang nyata.  Ini disebabkan karena adanya zat-zat infiltrasi pada saat terbentuknya kayu teras.  Bau kayu inilah yang disebut bau kayu yang murni dari kayu ybs, yang pada beberapa jenis kayu bisa dipakai untuk membantu pengenalan jenis kayu tsb.

Banyak jenis kayu yang mempunyai bau yang berbeda, terutama sekali ketika sedang dikerjakan dalam keadaan segar.  Bau kayu ini mungkin tidak mengenakan, bersifat sementara atau tetap.  Sebagian besar bau kayu tidak banyak artinya untuk pengenalan jenis kayu, kecuali misalnya pada Cinnamomum camphora dan Santalum album (Flemmich, 1959).

Rasa daripada kayu disebabkan oleh zat yang terdapat dalam kayu yang mudah mengurai karena kerja bakteri atau enzim (Anonymous, 1976).  Sedangkan menurut Tsoumis (1968) rasa daripada kayu disebabkan adanya zat-zat yang mudah menguap pada kayu.  Hingga akan lebih nyata pada kayu yang masih segar.



g.   Kekerasan dan berat
Menurut Tsoumis (1968) dan Dumanauw (1982) pada umumnya terdapat hubungan langsung antara kekerasan kayu dengan beratnya.  Kayu-kayu yang keras termasuk juga kayu yang berat.  Selain itu, Tsoumis (1968) menyebutkan bahwa kekerasan kayu bisa dinilai dengan cara ditekan dengan kuku.  Lekukan bekas kuku tsb merupakan ukuran dari kekerasan kayu ybs.

Wagner (1917) membagi jenis kayu berdasarkan beratnya adalah sbb;
1.      Kayu sangat berat, memiliki Berat Jenis (0,7 – 0,8).
2.      Kayu berat, memiliki berat jenis (0,6 – 0,7).
3.      Kayu sedang, memiliki berat jenis (0,5 – 0,6).
4.      Kayu ringan, memiliki berat jenis (0,4 – 0,5).
5.      Kayu sangat ringan, memiliki berat jenis (0,3 – 0,4).
Meniado (1974) membagi jenis kayu berdasarkan berat adalah sbb :
1.      Paling berat, memiliki berat jenis ( > 1,0)
2.      Sangat berat, memiliki berat jenis (0,76 – 1,00).
3.      Berat, memiliki berat jenis (0,51 – 0,75).
4.      Agak berat, memiliki berat jenis (0,44 – 0,50).
5.      Agak ringan, memiliki berat jenis (0,37 – 0,43).
6.      Ringan, memiliki berat jenis (0,25 – 0,36).
7.      Sangat ringa, memiliki berat jenis ( < 0,24).
Sedangkan Menon (1967) menyebutkan sbb ;
1.      Sangat berat, memiliki berat jenis ( > 0,88).
2.      Berat, memiliki berat jenis (0,72 – 0,88).
3.      Agak berat, memiliki berat jenis (0,56 – 0,72).
4.      Ringan, memiliki berat jenis ( < 0,56)

Klasifikasi Kayu
Menurut Esau (1962) kayu itu dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu softwood atau kayu daun jarum dan hardwood atau kayu daun lebar.  Softwood berasal dari Gymnospermae, sedangkan hardwood merupakan kayu yang berasal dari sub klas Dicotyledoneae.  Kedua macam kayu ini memperlihatkan struktur dasar  yang berbeda, Gymnospermae mempunyai struktur yang homogen dengan elemen-elemen yang lurus dan panjang.  Sedangkan kayu yang termasuk hardwood lebih bervariasi daripada softwood dan mempunyai lebih banyak jenis komersil.
                                                                                                                                                           
Menurut Panshin dan de Zeew (1928), Haygreen dan Bowyer (1982) cirri-ciri anatomi hardwood berbeda dengan softwood, antara lain :
1.      Hardwood mempunyai vessel atau pori-pori, sedangkan softwood tidak mempunyai pori-pori.
2.      Hardwood mempunyai struktur yang lebih kompleks dibandingkan softwood dikarenakan banyak type sel penyusunnya.
3.      Jari-jari pada hardwood lebih bervariasi daripada softwood, terutama lebarnya.  Lebar jari-jari mungkin bisa digunakan sebagai cirri diagnostic pada hardwood.
Menurut Menon (1967), cirri-ciri structural hardwood adalah pori-pori, parenkhim, jari-jari dan serabut serta yang mungkin terdapat pada beberapa jenis kayu yaitu; “included phloem”, “latex traces”, dan “ intercellular canal”.   Sedangkan cirri-ciri structural softwood adalah; trakeida, parenkhim dan jari-jari serta cirri penting lainnya yaitu; “intercellular canal” dan “pitch pocket”.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar