1.
Pengertian sifat makroskopis
dan mikroskopis
Metoda
pengenalan jenis kayu secara praktis dan ilmiah adalah suatu metoda pengenalan
jenis kayu yang berdasarkan kepada sifat-sifat struktur anatominya. Struktur anatomi suatu jenis kayu adalah
merupakan sifat yang obyektif yang secara konstan terdapat di dalam kayu.
Sifat-sifat
obyektif tsb ada yang sudah jelas dilihat dan diamati hanya dengan menggunakan
mata telanjang (tanpa bantuan alat). Ada
juga sifat-sifat obyektif yang baru jelas dapat dilihat apabila mata kita
dibantu dengan suatu alat, misalnya loupe atau mikroskop.
Menurut
Anonymous (1976) dan Pandit (1985) sifat-sifat obyektif yang sudah jelas
dilihat dan diamati hanya dengan mata telanjang atau paling dibantu dengan loupe
dinamakan sifat makroskopis. Sedangkan
yang disebut sifat mikroskopis adalah sifat-sifat obyektif dari kayu yang baru
akan jelas diamati apabila mata kita dibantu dengan mikroskop.
2. Pengertian
sifat diagnostic
Pengertian
sifat diagnostic apabila ditinjau dari asal atau kata seperti yang terdapat
dalam Echols dan Shadily (1982) mengandung makna sebagai suatu hal yang
mendasar. Bila kita hubungkan dengan
pendapat Pandit (1985) bahwa yang dimaksud sifat diagnostic kayu adalah
sifat-sifat yang ada pada kayu, baik bersifat makroskopis maupun mikroskopis
yang mempunyai arti penting hingga dapat mencirikan jenis kayu ybs. Dengan kata lain, sifat diagnostic kayu
adalah suatu keadaan atau suatu komposisi berbagai sifat yang dimiliki suatu
jenis kayu hingga merupakan suatu hal yang khas bagi kayu ybs.
Sifat
diagnostic inilah yang dipakai untuk pengenalan jenis kayu. Dimana menurut Flemmich (1959) pengenalan
jenis kayu yang benar haruslah berdasarkan struktur kayu, bukan didasarkan pada
warna atau penampakan yang umum.
Ciri-ciri yang umum ini boleh digunakan untuk pengenalan beberapa jenis
kayu apabila sudah memperoleh pengalaman yang cukup. Tetapi penting mendasarkan pada struktur kayu
apabila masih meragukan.
Akan
tetapi kalau kita mengingat kembali pengertian sifat diagnostic kayu yang bisa
mengandung sifat makroskopis maupun mikroskopis, maka menurut penulis bahwa
tidak mutlak pengenalan jenis kayu itu harus berdasarkan struktur kayu. Apabila kumpulan cirri-ciri kayu yang
bersifat makroskopis sudah bisa mencirikan jenis kayu ybs, maka tidak perlu
mengamati sifat mikroskopisnya. Barulah
kita menggunakan cirri yang bersifat mikroskopis kalau cirri makroskopisnya
tidak bisa mencirikan jenis kayu tsb.
3. Sifat
Kasar kayu
a.
Kayu gubal dan kayu teras
Kayu gubal atau sapwood dan kayu
teras atau heartwood sering dicirikan dengan perbedaan warna antara keduanya,
dimana kayu gubal mempunyai warna yang lebih terang. Pada umumnya kayu gubal lebih kaya akan bahan
makanan, dimana pada waktu kayu itu berbentuk gelondongan, maka kayu gubal
lebih banyak mengandung air (Flemmich, 1959).
Kayu gubal adalah bagian kayu yang
masih muda yang terdiri dari sel-sel yang masih hidup dan berfungsi sebagai
penyalur cairan dan tempat penimbunan zat-zat makanan. Tebal lapisan kayu gubal bervariasi menurut
jenis pohon, umumnya jenis yang tumbuh cepat mempunyai lapisan kayu gubal lebih
tebal dibandingkan kayu terasnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan kayu
teras adalah kayu yang tersusun dari sel-sel yang telah mati. Hal ini disebabkan terhentinya fungsi sebagai
penyalur cairan dan lain-lain proses kehidupan.
Kayu teras dapat mengandung berbagai macam zat yang member warna lebih
gelap, tetapi tidak mutlak semua kayu teras demikian. Pada beberapa jenis tertentu kayu teras
banyak mengandung bahan-bahan ekstraktif yang member keawetan pada kayu. Walaupun tidak semua jenis kayu yang memiliki
zat ekstraktif sudah dapat diapstikan keawetannya (Dumanauw, 1982).
b.
Warna kayu
Menurut Nitihardjo dan Adiwidjaya
(1979) dan Lanyon (1981) warna kayu sangat berubah-ubah tergantung pada umur
pohon, bagian kayu dalam pohon, kelembaban dan penyimpanan.
Warna kayu terutama disebabkan
karena zat ekstraktif pada kayu. Warna
kayu sangat bervariasi, dimana perbedaannya tidak hanya terjadi pada jenis kayu
yang berbeda saja, melainkan juga dapat terjadi dalam jenis yang sama.
Apabila kita ingin menggunakan warna
kayu untuk pengenalan jenis kayu, maka yang digunakan adalah warna dari kayu
terasnya. Warna kayu gubal biasanya
kurang khas hingga kurang bernilai diagnostic untuk pengenalan jenis kayu
(Pandit, 1985).
c.
Kesan raba
Kesan raba suatu jenis kayu adalah
kesan yang diperoleh pada saat kita meraba permukaan kayu tsb. Ada kayu bila diraba member kesan kasar,
halus, licin, dingin dsb. Kesan raba yang
berbeda-beda itu menurut Nitihardjo (1979) dan Dumanauw (1982) tergantung dari
tekstur kayu, besar kecilnya air yan dikandung dan kadar zat ekstraktif di
dalam kayu.
d.
Tekstur
Tekstur kayu menandakan variasi dan
ukuran sel pembentuknya (Flemmich, 1959) dan menurut Menon (1967) tekstur
berhubungan dengan kwalitas kayu, yang mana ditentukan oleh ukuran dari elemen
struktur dasar dan penysunannya. Tekstur
dikatakan halus apabila elemen-elemennya (pori-pori dan jari-jari) berukuran
kecil dan dikatakan kasar apabila elemen-elemennya besar.
Sedangkan Meniado dkk (1974) membagi
atau mengelompokan tekstur berdasarkan ukuran pori adalah sbb :
1.
Sangat halus, apabila pori hanya
dapat dilihat dengan bantuan kaca pembesar.
2.
Halus, apabila Nampak dengan mata
telanjang.
3.
Agak kasar, apabila Nampak jelas
dengan mata telanjang.
4.
Kasar, apabila pori itu sangat jelas
atau dapat dibedakan dengan mata telanjang.
e.
Serat
Sifat serat dalam pengenalan kayu
berarti sifat dari kayu yang menunjukan arah orientasi umum dari sel-sel yang
panjang di dalam kayu terhadap sumbu batangnya (Pandit, 1985).
Serat bertambah besar dan bertambah
panjang sejalan dengan fase pertumbuhan dari sel induk atau initial sel menjadi
sel yang dewasa. Tahap pertama dari
pertumbuhan serat adalah pembesaran kearah horizontal atau pembesaran
diameter. Sedangkan tahap kedua adalah
pertambahan panjang pada arah longitudinal, yang mungkin terjadi sebelum
pertumbuhan diameter selesai (Priasukmana dan Sarajar, 1974).
f.
Bau dan rasa
Menurut Lanyon (1981) dan Pandit
(1985) sejumlah kayu mempunyai bau yang nyata.
Ini disebabkan karena adanya zat-zat infiltrasi pada saat terbentuknya
kayu teras. Bau kayu inilah yang disebut
bau kayu yang murni dari kayu ybs, yang pada beberapa jenis kayu bisa dipakai
untuk membantu pengenalan jenis kayu tsb.
Banyak jenis kayu yang mempunyai bau
yang berbeda, terutama sekali ketika sedang dikerjakan dalam keadaan
segar. Bau kayu ini mungkin tidak
mengenakan, bersifat sementara atau tetap.
Sebagian besar bau kayu tidak banyak artinya untuk pengenalan jenis
kayu, kecuali misalnya pada Cinnamomum
camphora dan Santalum album (Flemmich, 1959).
Rasa daripada kayu disebabkan oleh
zat yang terdapat dalam kayu yang mudah mengurai karena kerja bakteri atau
enzim (Anonymous, 1976). Sedangkan
menurut Tsoumis (1968) rasa daripada kayu disebabkan adanya zat-zat yang mudah
menguap pada kayu. Hingga akan lebih
nyata pada kayu yang masih segar.
g.
Kekerasan dan berat
Menurut Tsoumis (1968) dan Dumanauw
(1982) pada umumnya terdapat hubungan langsung antara kekerasan kayu dengan
beratnya. Kayu-kayu yang keras termasuk
juga kayu yang berat. Selain itu,
Tsoumis (1968) menyebutkan bahwa kekerasan kayu bisa dinilai dengan cara
ditekan dengan kuku. Lekukan bekas kuku
tsb merupakan ukuran dari kekerasan kayu ybs.
Wagner (1917) membagi jenis kayu
berdasarkan beratnya adalah sbb;
1.
Kayu sangat berat, memiliki Berat
Jenis (0,7 – 0,8).
2.
Kayu berat, memiliki berat jenis
(0,6 – 0,7).
3.
Kayu sedang, memiliki berat jenis
(0,5 – 0,6).
4.
Kayu ringan, memiliki berat jenis
(0,4 – 0,5).
5.
Kayu sangat ringan, memiliki berat
jenis (0,3 – 0,4).
Meniado
(1974) membagi jenis kayu berdasarkan berat adalah sbb :
1.
Paling berat, memiliki berat jenis (
> 1,0)
2.
Sangat berat, memiliki berat jenis
(0,76 – 1,00).
3.
Berat, memiliki berat jenis (0,51 –
0,75).
4.
Agak berat, memiliki berat jenis
(0,44 – 0,50).
5.
Agak ringan, memiliki berat jenis
(0,37 – 0,43).
6.
Ringan, memiliki berat jenis (0,25 –
0,36).
7.
Sangat ringa, memiliki berat jenis (
< 0,24).
Sedangkan
Menon (1967) menyebutkan sbb ;
1.
Sangat berat, memiliki berat jenis (
> 0,88).
2.
Berat, memiliki berat jenis (0,72 –
0,88).
3.
Agak berat, memiliki berat jenis
(0,56 – 0,72).
4.
Ringan, memiliki berat jenis ( <
0,56)
Klasifikasi Kayu
Menurut Esau (1962)
kayu itu dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu softwood atau kayu daun
jarum dan hardwood atau kayu daun lebar.
Softwood berasal dari Gymnospermae, sedangkan hardwood merupakan kayu
yang berasal dari sub klas Dicotyledoneae.
Kedua macam kayu ini memperlihatkan struktur dasar yang berbeda, Gymnospermae mempunyai struktur
yang homogen dengan elemen-elemen yang lurus dan panjang. Sedangkan kayu yang termasuk hardwood lebih
bervariasi daripada softwood dan mempunyai lebih banyak jenis komersil.
Menurut Panshin dan
de Zeew (1928), Haygreen dan Bowyer (1982) cirri-ciri anatomi hardwood berbeda
dengan softwood, antara lain :
1.
Hardwood mempunyai vessel atau
pori-pori, sedangkan softwood tidak mempunyai pori-pori.
2.
Hardwood mempunyai struktur yang
lebih kompleks dibandingkan softwood dikarenakan banyak type sel penyusunnya.
3.
Jari-jari pada hardwood lebih
bervariasi daripada softwood, terutama lebarnya. Lebar jari-jari mungkin bisa digunakan
sebagai cirri diagnostic pada hardwood.
Menurut
Menon (1967), cirri-ciri structural hardwood adalah pori-pori, parenkhim,
jari-jari dan serabut serta yang mungkin terdapat pada beberapa jenis kayu
yaitu; “included phloem”, “latex traces”, dan “ intercellular canal”. Sedangkan cirri-ciri structural softwood
adalah; trakeida, parenkhim dan jari-jari serta cirri penting lainnya yaitu;
“intercellular canal” dan “pitch pocket”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar