Sebetulnya sudah
cukup lama pihak Kementrian Kehutanan memiliki beberapa pilihan kegiatan
pengelolaan hutan, utamanya yang terkait dengan upaya-upaya penanaman pada
areal pasca pemanenan, berupa kegiatan; penanaman perkayaan (enrichment
planting) yang dilakukan pada bagian-bagian hutan yang tidak memiliki cukup
anakan alam sehingga perlu diperkaya dan dalam 5 tahun terakhir pihak
Kementrian Kehutanan mengembangkan teknik silvikultur berupa penanaman Meranti
di dalam jalur.
Dimana antar jalur
tanaman memiliki jarak selebar 20 meter yang merupakan jalur dengan vegetasi
alam, sedangkan di dalam jalur selebar 3 meter dilakukan penanaman Meranti
dengan pengelolaan yang intensif mulai pemilihan sumber benih, pemupukan dan
upaya-upaya pemuliaan tanaman terkait sebagai upaya peningkatan produktivitas
hutan.
Satu hal yang akan
cukup mempengaruhi keberhasilan adalah pemilihan jenis Meranti yang merupakan
unggulan setempat dimana kegiatan silint dimaksud dilaksanakan. Kelompok Meranti memang cukup banyak varian
jenisnya dan dari sekian banyak itu, terdapat jenis-jenis yang mempunyai
keunggulan dari sisi pertumbuhannya.
Namun tentunya setiap site atau wilayah tertentu memiliki jenis yang berbeda,
untuk itu pada tahap awal sangatlah penting menganalisa, memilih dan menetapkan
jenis unggulan setempat.
Sehingga diharapkan
dalam duapuluh lima tahun ke depan, pasokan keperluan bahan baku meranti untuk
industry kayu di Indonesia pada umumnya dapat dipenuhi dari hasil panen tanaman
silint. Selain tentunya hasil panen
anakan alam yang juga terus memiliki kesempatan tumbuh dan berkembang menjadi
pohon dewasa, hingga nantinya akan dipanen secara bersamaan dengan meranti
hasil tanaman. Dengan demikian, melalui
penanaman meranti di dalam jalur ini merupakan suatu upaya jangka panjang untuk
menjaga kesinambungan pasokan bahan baku yang telah menjadi “branding” plywood
Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar