Minggu, 17 Februari 2013

ENDANGERED SPECIES



SATWA TERANCAM (RTE) :

BAB I.PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang

Habitat satwa liar merupakan tempat hidup satwa liar yang mencakup berbagai komponen lingkungan di tempat tersebut. Komponen lingkungan pada habitat satwa terdiri atas komponen biotik (hayati) dan komponen abiotik (non-hayati atau benda mati) yang dapat mempengaruhi hidup dan kehidupan satwa liar. Tumbuhan, baik berupa pohon maupun bukan pohon merupakan bagian dari komponen biotik yang berperan sebagai produsen dalam jaringan ekologi dan mempunyai peran yang lainnya dalam suatu habitat satwa. Dari segi peran komponen habitat, maka pohon dan tumbuhan lainnya berfungsi sebagai sumber pakan, tempat berteduh dari sinar matahari dan hujan lebat, tempat bersarang dan fungsi pengendali iklim mikro habitat.
Daya dukung lingkungan bagi habitat satwa liar harus dijaga dan ditingkatkan agar bisa menjadi tempat yang layak bagi hidup dan tumbuhnya satwa. Faktor yang mempengaruhi daya dukung lingkungan habitat satwa antara lain : keberadaan sumber pakan, tempat bernaung/berteduh, tempat bersarang, keberadaan sumber air, luasan ruang atau wilayah jelajah (home range), serta keamanan dan kenyamanan lingkungan.

Satwa yang termasuk kedalam kelompok (RTE) merupakan spesies yang telah    dinyatakan dalam daftar spesies satwa yang tergolong pada kelompok RTE (RARE, THREATENED DAN ENDANGERED) merupakan suatu spesies yang mengalami keterancaman keberadaannya.


BAB II. RUANG LINGKUP DAN BATASAN
2.1.    Dasar Perlindungan
Berbagai jenis satwa hidup dan berkembang biak di alam bebas, utamanya pada kawasan hutan di seluruh dunia, apalagi kawasan hutan hujan tropis Indonesia yang menjadi bagian dari habitat satwa yang memiliki keanekaragaman yang tinggi. Dalam  rangka menjaga dan melestarikan keberadaan berbagai satwa dimaksud, maka terdapat beberapa institusi dan aturan perundangan yang dijadikan rujukan, antara lain :
A.   IUCN
International Union for Conservation of Nature and Natural Resources disingkat IUCN terkadang juga disebut dengan World Conservation Union adalah sebuah organisasi internasional yang didedikasikan untuk konservasi sumber daya alam. Badan ini didirikan pada 1948 dan berpusat di Gland, Switzerland. IUCN beranggotakan 78 negara, 112 badan pemerintah, 735 organisasi non-pemerintah dan ribuan ahli dan ilmuwan dari 181 negara.
Tujuan IUCN adalah untuk membantu komunitas di seluruh dunia dalm konservasi alam.
Kategori konservasi IUCN dikeluarkan IUCN untuk membantu dalam melaukan klasifikasi terhadap spesies-spesies yang terancam kepunahan. Kategori konservasi IUCN telah mengalami beberapa kali revisi :
·         Versi 1.0 : Mace and Lande (1991). Dokumen pertama yang mendiskusikan aturan baru untuk klasifikasi.
·         Versi 2.0 : Mace et al. (1992). Revisi besar terhadap versi 1.0.
·         Versi 2.1 : IUCN (1993)
·         Versi 2.2 : Mace and Stuart (1994)
·         Versi 2.3 : IUCN (1994)
·         Versi 3.0 : IUCN/SSC Criteria Review Working Group (1999)
·         Versi 3.1 : IUCN (2001). Kategori konservasi versi 3.1

Kategori konservasi versi 3.1
1.    Punah ( Extinct ; EX )
Sebuah takson dinyatakan punah apabila tidak ada keraguan lagi bahwa individu terakhir sudah mati. Sebuah Takson diasumsikan punah ketika survey secara terus menerus pada habitat yang diketahui pada rentang waktu tertentu gagal untuk menemukan satu individu. Survey dilakukan sesuai denga siklus kehidupan dari spesies yang dipelajari.
2.    Punah di alam liar (Extinct in the wild ; EW )
Sebuah takson dinyatakan punah di alam liar ketika taxon tersebut diketahui hanya bisa ditemui di penangkaran tertentu.
3.    Sangat terancam akan kepunahan (Critically endangered ; CR)
Sebuah takson dinyatakan sangat terancam akan kepunahan ketika dinyatakan cocok dengan salah satu kriteria dari A sampai E untuk sangat terancam akan kepunahan (bagian V) sehingga dianggap sedang menghadapi resiko tinggi kepunahan di alam liar.
4.    Terancam akan kepunahan (Endangered; EN)
Sebuah takson dinyatakan terancam akan kepunahan ketika dinyatakan cocok dengan salah satu kriteria dari A sampai E untuk terancam akan kepunahan (bagian V), sehingga dianggap sedang menghadapi resiko tinggi kepunahan di alam liar.
5.    Rawan ( Vulnerable; VU)
Sebuah takson dinyatakan rawan ketika bukti mengindikasikan cocok dengan salah satu kriteria dari A sampai E untuk rawan (bagian V), sehingga dianggap sedang menghadapi resiko tinggi kepunahan di alam liar.
6.    Mendekati terancam (Near threatened: NT)
Sebuah takson dinyatakan mendekati terancam ketika dievaluasi, tidak memenuhi kategori sangat terancam kan kepunahan, terancam akan kepunahan atau rawan untuk sekarang ini, tetapi mendekati kualifikasi atau hampir memenuhi kategori terancam pada waktu dekat ini.
7.    Resiko rendah (Least Consern; LC)
Sebuah takson dinyatakan beresiko rendah ketika dievalusi, tidak memenuhi kriteria sangat terancam akan kepunahan, terancam akan kepunahan, rawan atau mendekati terancam.
8.    Informasi kurang (Data Deficient; DD)
Sebuah takson dinyatakan “infomasi kurang” ketika informasi yang ada kurang memadai untuk membuat perkiraan akan resiko kepunahannya berdasarkan distribusi dan status populasi.
9.    Tidak dievaluasi (Not evaluated; NE)
Sebuah takson dinyatakan ”tidak dievaluasi” ketika tidak dievaluasi untuk kriteria-kriteria di atas.
B.    CITES
CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) atau konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar spesies terancam adalah perjanjian internasional antarnegara yang disusun berdasarkan resolusi sidang anggota World Conservation Union (IUCN) tahun 1963. konvensi bertujuan melindungi tumbuhan dan satwa liar terhadap perdagangan internasional spesimen tumbuhan dan satwa liar yang mengakibatkan kelestarian spesies tersebut terancam. Selain itu, CITES menetapkan berbagai tingkatan proteksi untuk lebih dari 33.000 spesies terancam.
Tidak ada satu pun spesies terancam dalam perlindungan CITES yang menjadi punah sejak CITES diberlakukan 1975. pemerintah Indonesia meratifikasi CITES dengan Keputusan Pemerintah No. 43 Tahun 1978.
2.2.    HABITAT
Habitat adalah tempat suatu makhluk hidup. Semua makhluk hidup mempunyai tempat hidup yang disebut habitat (Odum, 1993). Habitat adalah suatu lingkungan dengan kondisi tertentu dimana suatu spesies atau komunitas hidup. Habitat yang baik akan mendukung perkembangbiakan organisme yang hidup di dalamnya secara normal. Habitat memiliki kapasitas tertentu untuk mendukung pertumbuhan populasi suatu organisme. Kapasitas untuk mendukung organisme disebut daya dukung habitat. Kalau kita ingin mencari atau ingin berjumpa dengan suatu organisme tertentu, maka harus tahu lebih dahulu tempat hidupnya (habitat), sehingga ke habitat itulah kita pergi untuk mencari atau berjumpa dengan organisme tersebut. Oleh sebab itu, habitat suatu organisme bisa juga disebut alamat organisme itu.
Semua organisme atau makhluk hidup mempunyai habitat atau tempat hidup, contohnya, habitat paus dan ikan hiu adalah air laut, habitat ikan mas adalah air tawar, habitat buaya muara adalah perairan payau, habitat monyet dan harimau adalah hutan, habitat pohon bakau adalah daerah pasang surut, habitat pohon butun dan ketapang adalah hutan pantai, habitat cemara gunung dan waru gunung adalah hutan dataran tinggi, habitat manggis adalah hutan dataran rendah dan hutan rawa, habitat ramin adalah hutan gambut dan daerah dataran rendah lainnya, pohon-pohon anggota famili Dipterocarpaceae pada umumnya hidup di daerah dataran rendah, pohon aren habitatnya di tanah dataran rendah hingga daerah pegunungan  dan pohon durian habitatnya di dataran rendah.
Istilah habitat dapat juga dipakai untuk menunjukkan tempat tumbuh sekelompok organisme dari berbagai spesies yang membentuk suatu komunitas. Sebagai contoh untuk menyebut tempat hidup suatu padang rumput dapat menggunakan habitat padang rumput, untuk hutan mangrove dapat menggunakan istilah habitat hutan mangrove, untuk hutan pantai dapat menggunakan habitat hutan pantai, untuk hutan rawa dapat menggunakan habitat hutan rawa dan lain sebagainya. Dalam hal seperti ini, maka habitat sekelompok organisme mencakup organisme lain yang merupakan komponen lingkungan (komponen lingkungan biotik) dan komponen lingkungan abiotik.
Dalam hidupnya, satwa liar membutuhkan pakan, air dan tempat berlindung dari panas dan pemangsa serta tempat untuk bersarang, beristirahat dan memelihara anakanya. Seluruh kebutuhan tersebut diperoleh dari lingkungannya atau habitat dimana satwa liar hidup dan berkembang biak.
Dilihat dari komposisinya di alam, habitat satwa liar terdiri dari 3 komponen utama yang satu  sama lain saling berkaitan,yaitu :
1.      Komponen biotik meliputi : vegetasi, satwaliar dan organisme mikro
2.      komponen fisik meliputi : air, tanah, iklim, topografi, dll.
3.      Komponen kimia : meliputi seluruh unsur kimia yang terkandung dalam komponen biotik mauapun komponen fisik.
Secara fungsional, seluruh komponen habitat diatas menyediakan pakan, air dan tempat berlindung bagi satwa liar. Jumlah dan kualitas ketiga sumber daya fungsional tersebut akan membatasi kemampuan habitat untuk mendukung populasi satwa liar. Komponen fisik habitat (iklim, topografi, tanah dan air) akan menentukan kondisi fisik habitat yang merupakan faktor pembatas bagi ketersediaan komponen biotik di habitat tersebut.

Di lingkungan dengan kondisi fisik yang ekstrim, aktivitas biologi relatif kurang berkembang, sedangkan di lingkungan yang kondisi fisiknya sesuai, interaksi dalam ekosistem, habitat secara efektif akan membatasi pertumbuhan populasi satwa liar. Suatu habitat yang digemari oleh sesuatu jenis satwa belum tentu sesuai untuk kehidupan jenis satwa yang lain karena pada dasarnya setiap jenis satwa memiliki preferensi habitat yang berbeda-beda.
Berkurangnya habitat disebabkan karena beberapa faktor. Ada tiga faktor utama yang dinilai sangat mempengaruhi terhadap perubahan habitat, yaitu : aktivitas manusia, satwa liar dan bencana alam.         
Populasi satwa liar di alam dapat naik, turun atau stabil. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah kelahiran (natalitas), kematian (mortalitas), imigrasi dan emigrasi. Selain itu dipengaruhi juga oleh faktor-faktor ekologis habitatnya, yaitu : ketersediaan pakan, air, tempat berlindung, perubahan vegetasi, iklim, pemangsaan, penyakit, bencana alam, dan aktivitas manusia (vandalisme)

 BAB III. JENIS SATWA KELOMPOK RTE
Dengan mengacu pada pengaturan/pengelompokan satwa yang telah diterbitkan oleh IUCN, maka jenis satwa yang sering ditemukan di kawasan hutan bagian utara Kalimantan Timur, antara lain;
3.1.Jenis Mamalia

No.
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Status Konservasi
(IUCN)
1
Rindil bulan
Echinosorex gymnurus
LC
2
Tupai akar
Tupaia glis
LC
3
Tupai gunung
Tupaia montana
LC
4
Tupai tanah
Tupaia tana
LC
5
Trenggiling peusing
Manis javanica
EN
6
Kukang bukang
Nycticebus coucang
VU
7
Lutung banggat
Presbytis hosei
VU
8
Monyet ekor panjang
Macaca fascicularis
LC
9
Monyet beruk
Macaca nemestrina
VU
10
Owa kalawat
Hylobates muelleri
EN
11
Jelarang bilalang
Ratufa affinis
NT
12
Bajing tiga warna
Callosciurus prevostii
LC
13
Bajing kelabu
Callosciurus orestes
LC
14
Bajing kelapa
Callosciurus notatus
LC
15
Bajing telinga-totol
Callosciurus adamsi
VU
16
Bajing ekor kuda
Sundasciurus hippurus
NT
17
Bajing ekor-pendek
Sundasciurus lowii
LC
18
Bajing bancirot
Sundasciurus tenuis
LC
19
Bajing gunung
Dremomys everetti
LC
20
Bajing kerdil telinga kuncung
Exilisciurus whiteheadi
LC
21
Bajing kerdil dataran rendah
Exilisciurus exilis
DD
22
Bajing kerdil perut merah
Glyphotes simus
DD
23
Bajing tanah ekor tegak
Rheithrosciurus macrotis
VU
24
Bajing terbang coklat-merah
Aeromys thomasi
DD
25
Landak raya
Hystrix brachyura
LC
26
Landak butun
Hystrix crassispinis
LC
27
Beruang madu
Helarctos malayanus
VU
28
Musang kepala-putih
Mustela nudipes
LC
29
Teledu sigung
Mydaus javanensis
LC
30
Berang-berang wregul
Lutrogale perspicillata
VU
31
Sero ambrang
Aonyx cinerea
VU
32
Tenggalung malaya
Viverra tangalunga
LC
33
Musang galing
Paguma larvata
LC
34
Musang luwak
Paradoxurus hermaphroditus
LC
35
Macan dahan
Neofelis nebulosa
VU
36
Kucing tandang
Felis planiceps
EN
37
Babi berjenggot
Sus barbatus
VU
38
Pelanduk kancil
Tragulus javanicus
LC
39
Pelanduk napu
Tragulus napu
LC
40
Kijang muncak
Muntiacus muntjac
LC
41
Kijang kuning
Muntiacus atherodes
LC
42
Rusa sambar
Cervus unicolor
VU
43
Kucing-kucingan
Felidae

44
musang-musangan
Mustelidae

45
Kelelawar
Chiroptera

46
Tupai
Tupaia sp.

47
Berang-berang
Lutra sp.

48
Kalong besar
Pteropus vampyrus

49
Kubung malaya
Cynocephalus variegatus
LC
50
Krabuku ingkat
Tarsius bancanus
VU
51
Angkis ekor panjang
Trichys fasciculata
LC
52
Musang air
Cynogale bennettii
EN
53
Musang belang
Diplogale derbyanus
VU
54
Linsang linsang (tatukat)
Prionodon linsang
LC
55
Musang-musangan
Viverridae


3.2.        Jenis Burung

No.
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Status Konservasi
(IUCN)
1
Bambangan hitam
Dupetor flavicollis

2
Bangau storm
Ciconia stormi
EN
3
Elang tiram
Pandion haliaetus

4
Baza jerdon
Aviceda jerdoni

5
Elang kelelawar
Macheiramphus alcinus

6
Elang bondol
Haliastur indus

7
Elang-laut perut-putih
Haliaeetus leucogaster

8
Elang-ikan kecil
Ichthyophaga humilis
NT
9
Elang-ikan kepala-kelabu
Ichthyophaga ichthyaetus
NT
10
Elang-ular Kinabalu
Spilornis kinabaluensis
VU
11
Elang-alap jambul
Accipiter trivirgatus

12
Elang hitam
Ictinaetus malayensis

13
Elang wallace
Spizaetus nanus
VU
14
Alap-alap capung
Microhierax fringillarius

15
Alap-alap dahi-putih
Microhierax latifrons

16
Alap-alap macan
Falco severus

17
Alap-alap kawah
Falco peregrinus

18
Puyuh hitam
Melanoperdix nigra
VU
19
Puyuh sengayan
Rollulus rouloul
NT
20
Sempidan Kalimantan
Lophura bulweri
VU
21
Kuau raja
Argusianus argus
NT
22
Kareo padi
Amaurornis phoenicurus

23
Kedidi Temminck
Calidris temminckii

24
Punai lengguak
Treron curvirostra

25
Punai bakau
Treron fulvicollis
NT
26
Punai kecil
Treron olax

27
Punai gading
Treron vernans

28
Punai besar
Treron capellei
VU
29
Pergam hijau
Ducula aenea

30
Pergam gunung
Ducula badia

31
Pergam kelabu
Ducula pickeringi
VU
32
Delimukan zamrud
Chalcophaps indica

33
Betet ekor-panjang
Psittacula longicauda
NT
34
Serindit melayu
Loriculus galgulus

35
Wiwik Lurik
Cacomantis sonneratii

36
Wiwik kelabu
Cacomantis merulinus

37
Wiwik uncuing
Cuculus sepulcralis

38
Kedasi hitam
Surniculus lugubris

39
Kadalan beruang
Phaenicophaeus diardi
NT
40
Kadalan selaya
Phaenicophaeus chlorophaeus

41
Kadalan kembang
Phaenicophaeus javanicus

42
Kadalan birah
Phaenicophaeus curvirostris

43
Bubut besar
Centropus sinensis

44
Bubut alang-alang
Centropus bengalensis

45
Beluk ketupa
Ketupa ketupu

46
Beluk-watu gunung
Glaucidium brodiei

47
Kukuk beluk
Strix leptogrammica

48
Walet sarang-putih
Collocalia fuciphaga

49
Walet sapi
Collocalia esculenta

50
Kapinis-jarum Asia
Hirundapus caudacutus

51
Kapinis-jarum kecil
Rhaphidura leucopygialis

52
Tepekong rangkang
Hemiprocne comata

53
Luntur kasumba
Harpactes kasumba
NT
54
Luntur Kalimantan
Harpactes whiteheadi
NT
55
Luntur tunggir-coklat
Harpactes orrhophaeus
NT
56
Luntur putri
Harpactes duvaucelii
NT
57
Luntur harimau
Harpactes oreskios

58
Raja-udang meninting
Alcedo meninting

59
Raja-udang kalung-biru
Alcedo euryzona
VU
60
Udang api
Ceix erithacus

61
Udang punggung-merah
Ceix rufidorsa

62
Pekaka emas
Pelargopsis capensis

63
Cekakak batu
Lacedo pulchella

64
Cekakak Cina
Halcyon pileata

65
Cekakak sungai
Halcyon chloris

66
Cekakak-hutan melayu
Actenoides concretus
NT
67
Cirik-cirik kumbang
Nyctyornis amictus

68
Enggang klihingan
Anorrhinus galeritus

69
Enggang jambul
Aceros comatus
NT
70
Julang jambul-hitam
Aceros corrugatus
NT
71
Julang emas
Aceros undulatus

72
Kangkareng hitam
Anthracoceros malayanus
NT
73
Kangkareng perut-putih
Anthracoceros albirostris

74
Rangkong badak
Buceros rhinoceros
NT
75
Rangkong gading
Buceros vigil
NT
76
Takur gedang
Megalaima chrysopogon
NT
77
Takut tutut
Megalaima rafflesii
NT
78
Takur gunung
Megalaima monticola

79
Takur tenggeret
Megalaima australis

80
Takur ampis
Calorhamphus fuliginosus

81
Pemandu-lebah Asia
Indicator archipelagicus
NT
82
Pelatuk sayap-merah
Picus puniceus

83
Pelatuk kumis-kelabu
Picus mentalis

84
Pelatuk merah
Picus miniaceus

85
Pelatuk Raffles
Dinopium rafflesi
NT
86
Caladi batu
Meiglyptes tristis

87
Caladi badok
Meiglyptes tukki
NT
88
Pelatuk kelabu-besar
Mulleripicus pulverulentus
VU
89
Pelatuk ayam
Dryocopus javensis

90
Caladi belacan
Dendrocopus canicapillus

91
Caladi tilik
Picoides moluccensis

92
Pelatuk pangkas
Blythipicus rubiginosus

93
Pelatuk kundang
Reinwardtipicus validus

94
Madi kelam
Corydon sumatranus

95
Sempur-hujan sungai
Cymbirhyncus macrorhynchos

96
Sempur-hujan rimba
Eurylaimus javanicus

97
Sempur-hujan darat
Eurylaimus ochromalus
NT
98
Madi-hijau kecil
Calyptomena viridis
NT
99
Madi-hijau perut-biru
Calyptomena hosii
NT
100
Paok kepala-biru
Pitta baudii
VU
101
Paok delima
Pitta granatina
NT
102
Layang-layang batu


103
Layang-layang rumah


104
Jinjing petulak


105
Kepudang-sungu kecil


106
Sepah tulin

NT
107
Sepah hutan


108
Cipoh jantung

NT
109
Cipoh kacat


110
Cica-daun kecil
Chloropsis cyanopogon
NT
111
Cica-daun besar
Chloropsis sonnerati

112
Cica-daun sayap-biru


113
Cucak sakit-tubuh

NT
114
Cucak kuricang
Pycnonotus atriceps

115
Cucak rumbai-tungging
Pycnonotus eutilotus
NT
116
Cucak gelambir-biru

DD
117
Cucak gunung


118
Merbah gunung
Pycnonotus flavescens

119
Merbah cerukcuk
Pycnonotus goiavier

120
Merbah belukar
Pycnonotus plumosus

121
Merbah corok-corok
Pycnonotus simplex

122
Merbah mata-merah
Pycnonotus bruneus

123
Merbah kacamata
Pycnonotus erythrophthalmos

124
Empuloh leher-kuning
Criniger finschii
NT
125
Empuloh ragum
Alophoixus ochraceus

126
Empuloh janggut
Alophoixus bres

127
Empuloh irang
Alophoixus phaeocephalus

128
Empuloh paruh-kait
Setornis criniger
VU
129
Brinji rambut-tunggir


130
Brinji mata-putih

NT
131
Brinji bergaris
Ixos malaccensis
NT
132
Brinji kelabu
Hypsipetes flavala

133
Srigunting gagak


134
Srigunting keladi
Dicrurus aeneus

135
Srigunting batu
Dicrurus paradiseus

136
Kepudang hutan
Oriolus xanthonotus
NT
137
Kepudang dada-merah
Oriolus cruentus

138
Kacembang gadung
Irena puella

139
Tangkar ongklet
Platylophus galericulatus
NT
140
Tangkar kambing
Platysmurus leucopterus
NT
141
Gagak hutan
Corvus enca

142
Tiong-batu Kalimantan
Pityriasis gymnocephala
NT
143
Pelanduk topi-hitam
Pellorneum capistratum

144
Pelanduk merah
Trichastoma bicolor

145
Pelanduk semak
Malacocincla sepiarium

146
Pelanduk Asia
Malacocincla abbotti

147
Pelanduk Kalimantan
Malacocincla perspicillata
DD
148
Asi kumis
Malacopteron magnirostre

149
Asi topi-jelaga
Malacopteron affine
NT
150
Asi topi-sisik
Malacopteron cinereum

151
Asi besar
Malacopteron magnum
NT
152
Asi dada-kelabu
Malacopteron albogulare
NT
153
Cica kopi-melayu
Pomatorhinus montanus

154
Berencet gunung
Napothera crassa

155
Tepus dahi-merah
Stachyris rufifrons

156
Tepus kepala-hitam
Stachyris nigriceps

157
Tepus kepala-kelabu
Stachyris poliocephala

158
Tepus telinga-putih
Stachyris leucotis
NT
159
Tepus kaban
Stachyris nigricollis
NT
160
Tepus merbah-sampah
Stachyris erythroptera

161
Wergan coklat
Alcippe brunneicauda
NT
162
Yuhina Kalimantan
Yuhina everetti

163
Sipinjur melayu
Eupetes macrocerus
NT
164
Berkecet biru
Luscinia cyane

165
Kucica Hutan
Copsychus malabaricus

166
Kucica alis-putih
Copsychus stricklandii

167
Kucica ekor-kuning
Trichixos pyrrhopygus

168
Meninting cegar
Enicurus ruficapillus
NT
169
Meninting besar
Enicurus leschenaulti

170
Decu belang
Saxicola caprata

171
Anis kembang
Zoothera interpres
NT
172
Cikrak dada-kuning
Seicercus montis

173
Cikrak daun
Phylloscopus trivirgatus

174
Kerakbasi ramai
Acrocephalus stentoreus

175
Kerakbasi besar
Acrocephalus orientalis

176
Cinenen belukar
Orthotomus atrogularis

177
Cinenen kelabu
Orthotomus ruficeps

178
Cinenen gunung
Orthotomus cuculatus

179
Perenjak rawa
Prinia flaviventris

180
Buntut-tumpul Kalimantan
Urosphena whiteheadi

181
Ceret gunung
Cettia vulcania

182
Ceret Kinabalu
Bradypterus accentor

183
Sikatan rimba-coklat
Rhinomyias brunneata

184
Sikatan-rimba dada-kelabu
Rhinomyias umbratilis
NT
185
Sikatan-rimba ekor-merah
Rhinomyias ruficauda

186
Sikatan-rimba gunung
Rhinomyias gularis

187
Sikatan sisi-gelap


188
Sikatan burik
Muscicapa griseisticta

189
Sikatan bubik
Muscicapa dauurica

190
Sikatan hijau-laut
Eumyias thalassina

191
Sikatan ninon
Eumyias indigo

192
Sikatan narsis
Ficedula narcissina

193
Sikatan mugimaki
Ficedula mugimaki

194
Sikatan bodoh
Ficedula hyperythra

195
Sikatan belang
Ficedula westermanni

196
Sikatan besar
Cyornis concretus

197
Sikatan cacing
Cyornis banyumas

198
Sikatan biru-langit
Cyornis caerulatus
VU
199
Sikatan Kalimantan
Cyornis superbus

200
Sikatan melayu
Cyornis turcosus
NT
201
Sikatan kerdil
Muscicapella hodgsoni

202
Sikatan kepala-kelabu
Culicicapa ceylonensis

203
Kipasan gunung
Rhipidura albicollis

204
Kipasan mutiara
Rhipidura perlata

205
Kipasan belang
Rhipidura javanica

206
Kehicap ranting
Hypothymis azurea

207
Philentoma sayap-merah
Philentoma pyrhopterum

208
Seriwang Asia
Tersiphone paradisi

209
Kancilan Kalimantan
Pachycephala hypoxantha

210
Kancilan tungging-putih
Pachycephala homeyeri

211
Kicuit batu
Motacilla cinerea

212
Perling kumbang
Aplonis panayensis

213
Tiong emas
Gracula religiosa

214
Burung-madu polos
Anthreptes simplex

215
Burung-madu belukar
Anthreptes singalensis

216
Burung-madu rimba
Hypogramma hypogrammicum

217
Burung-madu pengantin
Nectarinia sperata

218
Burung-madu bakau
Nectarinia calcostetha

219
Burung-madu sriganti
Nectarinia jugularis

220
Burung-madu ekor-merah
Aethopyga temminckii

221
Pijantung kecil
Arachnothera longirostra

222
Pijantung kampung
Arachnothera crassirostris

223
Pijantung besar
Arachnothera robusta

224
Pijantung Tasmak
Arachnothera flavigaster

225
Pijantung telinga-kuning
Arachnothera chrysogenys

226
Pijantung gunung
Arachnothera affinis

227
Pijantung Kalimantan
Arachnothera everetti

228
Pentis kumbang
Prionochilus thoracicus
NT
229
Pentis Kalimantan
Prionochilus xanthopygius

230
Pentis pelangi
Prionochilus percussus

231
Cabai tunggir-coklat
Dicaeum everetti
NT
232
Cabai rimba
Dicaeum chrysorrheum

233
Cabai bunga-api
Dicaeum trigonostigma

234
Cabai polos
Dicaeum concolor

235
Cabai panggul-kelabu
Dicaeum monticolum

236
Kacamata biasa
Zosterops palpebrosus

237
Kacamata belukar
Zosterops everetti

238
Opior Kalimantan
Oculocincta squamifrons

239
Pipit benggala
Amandava amandava

240
Bondol Kalimantan
Lonchura fuscans

241
Emberisa pundak-putih
Emberiza aureola


Dimana terlihat bahwa jenis satwa yang termasuk dalam kategori ( Rare ; Threteaned; Endangere ) adalah Trenggiling ( Manis javanica ), Owa ( Hylobates mueleri ), Kucing Tandang ( Felis planiceps ), Musang Air ( Cynogale bennetii ) dan Bangau Storm (Ciconia stormii).

3.3.        Trenggiling ( Manis Javanica )
Trenggiling (Manis javanica) adalah wakil dari ordo Pholidota yang masih ditemukan di Asia Tenggara. Hewan ini memakan serangga dan terutama semut dan rayap. Trenggiling hidup di hutan hujan tropis dataran rendah. Bentuk tubuhnya memanjang, dengan lidah yang dapat dijulurkan hingga sepertiga panjang tubuhnya untuk mencari semut di sarangnya. Rambutnya termodifikasi menjadi semacam sisik besar yang tersusun membentuk perisai berlapis sebagai alat perlindungan diri. Jika diganggu, trenggiling akan menggulungkan badannya seperti bola. Ia dapat pula mengebatkan ekornya, sehingga ”sisik”nya dapat melukai kulit pengganggunya.
Trenggiling adalah satu-satunya mamalia nokturnal unik di Asia mirip reptilia, tubuhnya ditutupi sisik yang terdiri dari keratin yang tersusun sangat keras kecuali di bagian bawah perutnya (Mike & Briggs, 2006). Bentuk kepalanya kecil dan tirus kearah ujung moncongnya, plus mata dengan kelopak mata tebal. Kaki belakangnya lebih panjang dan besar daripada kaki depan. Bentuk tubuhnya memanjang,  ukuran tubuh dari kepala hingga pangkal ekor berkisar 50-55 cm dan panjang ekor berkisar 35-45 cm, memiliki dua pasang kaki yang pendek dilengkapi cakar yang kuat berguna untuk menggali tanah dan menghancurkan sarang semut dan rayap (Payne dan Francis, 1998). Bobot badannya berkisar 5-7 kg. Ekornya berotot kuat berfungsi juga sebagai lengan (prehensil) untuk berpegangan waktu memanjat pohon (Corbet dan Hill, 1992; Nowak, 1999).
Trenggiling pernah diklasifikasikan dengan berbagai bangsa/ordo satwa seperti Xenarthra yang tergolong pemakan semut (anteater) yaitu sloths (Bradypus variegates) dan armadillos (Ordo Cingulata, Suku Dasypodidae, Marga Dasypus), tetapi pembuktian secara genetik ternayta tidak ada hubungan kekerabatan yang dekat walaupun sama-sama sebagai satwa karnivora (Murphy et al., 2001). Beberapa ahli Paleontology mengklasifikasikan trenggiling ke dalam bangsa Cimolesta bersama dengan beberapa kelompok satwa yang telah punah.
Hingga saat ini tercatat delapan jenis trenggiling dari suku Manidae, marga Manis, yaitu Manis crassicaudata (Indian pangolin hidup di India dan Srilangka), M. Culionensis (Palawan pangolin hidup di Philippina), M. Gigantea (Giant pangolin hidup di Afrika), M. Javanica (Sunda/Malayan pangolin, hidup di Indonesia, Malaysia dan Indochina), M. Pendatactyla (Chinese pangolin hidup di Nepal, Himalaya Timur, mMyanmar dan China), M. Temminckii (Cape pangolin hidup di Asia), M. Tetradactyla (Long-tailed pangolin hidup di Asia), dan M. Tricuspis (Tree pangolin hidup di Asia).
Klasifikasi trenggiling menurut Myers et al., 2008 adalah sebagai berikut :
Kelas                 : Mamalia
Sub Kelas         : Theria
Bangsa                         : Pholidota
Suku                  : Manidae
Marga              : Manis
Jenis                  : Manis javanica Desmarest, 1822
Nama Umum   : Trenggiling ( Bahasa Indonesia )
  Sunda/Malayan Pangolin ( Bahasa Inggris )
            Perilaku dan Pakan
   Berdasarkan tampilan fisik, trenggiling betina lebih pendek dari trenggiling jantan. Satwa ini memiliki lidah yang dapat dijulurkan hingga sepertiga dari panjang tubuhnya utnuk mencari semut dan rayap di sarangnya ( Payne dan Francis, 1998). Trenggiling mempunyai dua pasang kaki yang pendek dengan cakar yang kuat, mulut, mata, telinga dan sisik yang sangat keras yang mengandung keratin. Fungsi sisik adalah untuk melindungi dirinya dari musuh, dengan cara menggulung tubuhnya hingga berbentuk sperti bola, menyembunyikan kepalanya di antara gulungan ekornya.
Selain itu ekornya yang besar bersisik tebal dan tajam dapat dikibaskan hingga melukai musuhnya. Satwa ini pintar memanjat dengan cara menggunakan ekornya yang prehensil (berfungsi sebagai alat pemegang). Indra penglihatan dan pendengarannya lemah, tetapi penciumannya sangat baik. Bila merasa terancam trenggiling akan menyemprotkan cairan berbau busuk yang dihasilkan kelenjar dekat anusnya.
Satwa ini aktif di malam hari (nocturnal). Puncak aktivitas trenggiling di habitatnya antara pukul 03.00 hingga 06.00 (Lim et al., 2008). Dalam melakukan kegiatannya, trenggiling mampu berjalan beberapa kilometer dan dapat kembali ke lubang sarangnya yang biasa ditempati untuk jangka waktu beberapa bulan. Trenggiling biasa berjalan dengan empat kakinya tetapi bila berjalan cepat trenggiling akan menggunakan dua kakinya saja dibantu dengan gerakan ekornya dan mampu berjalan dengan kecepatan 5 km per jam.
Di siang hari trenggiling di dalam sarangnya (Mondadori, 1988) yang biasanya berada pada lubang-lubang bagian akar pohon yang besar atau lubang bekas sarang binatang lain. Selain itu terkadang trenggiling membuat lubang sarang di dalam tanah yang digalinya sendiri hingga kedalaman 3,5 meter dan satwa ini tergolong pandai berenang (Mondadori, 1988).


3.4.    Owa-Owa  ( Hylobates muelleri )
Owa-owa (Hylobates muelleri) merupakan primata endemik Kalimantan.  Satwa ini hidup di hutan primer dan sekunder atau hutan Dipterocarpaceae sampai dengan ketinggian 1.500 m dpl.
Pakan dari owa-owa terdiri dari berbagai bagian tumbuhan sperti buah, bunga, biji dan beberapa jenis serangga. Dalam aktivitas hariannya, Owa-Owa menghabiskan sebagian besar waktunya di pohon (arboreal) dan jarang sekali turun ke tanah. Sebagian besar pergerakannya dilakukan dengan bergelayutan (brankiasi) pada kanopi pohon. Satwa ini, tidur pada dahan atau percabangan  pohon dan tidak membuat sarang. Dari uraian tersebut, owa-owa membutuhkan tajuk yang berkesinambungan (kontinu) untuk dapat bergelanyutan dari pohon yang satu kepohon yang lain.
3.5.    Musang Air  ( Cynogle bennettii )
Musang air (Cynogale bennettii) adalah sejenis musang semi-akuatik yang ditemukan di hutan, terutama di dataran rendah, daerah dekat sungai, dan lahan berawa-rawa di Semenanjung Thai-Malaya, Sumatera, dan Kalimantan. Populasi lainnya, yang dikenali melalui sebuah spesimen saja, terdapat di Vietnam utara (dengan kemungkinan - tetapi belum dikonfirmasi - keberadaannya berdasarkan laporan-laporan pada wilayah yang bersebelahan di Thailand dan Yunnan, Cina). Populasi dari spesies terakhir ini kadang-kadang dianggap sebagai spesies yang terpisah, yang disebut musang lowe (Lowe's Otter, C. lowei), yang dalam hal ini nama umum dari C. bennettii kemudian dimodifikasi menjadi musang air sunda (Sunda Otter Civet), sebagai referensi atas distribusinya yang sepenuhnya di Paparan Sunda.
Musang air memiliki beberapa bentuk adaptasi terhadap habitatnya, antara lain mulut yang lebar dan kaki berselaput dengan alas kaki telanjang dan cakar yang panjang. Moncong hewan ini berbentuk panjang dan memiliki banyak kumis yang panjang pula.
Musang air adalah spesies nokturnal yang memperoleh sebagian besar makanannya di air, yaitu ikan, kepiting, dan moluska air tawar. Ia dapat pula memanjat pohon sehingga juga memangsa burung dan buah-buahan. Mengingat kelangkaan dan kebiasaannya yang senang bersembunyi, hewan ini termasuk kategori spesies-spesies yang kurang dipelajari. Ia termasuk dalam daftar spesies terancam menurut IUCN.
Dengan memperhatikan bahwa sebagian besar sumber pakan bagi Musang Air ini adalah berasal dari air, maka dengan tersedianya cukup banyak aliran sungai besar ataupun kecil serta banyak tersedia kolam-kolam/embung air alami yang terdapat di  kawasan hutan  merupakan suatu kondisi dari bagian habitat yang dapat memberikan kemudahan bagi kelangsungan kehidupan  Musang Air.  Sedangkan sumber pakan lainnya adalah berupa buah-buahan dan burung yang semuanya itu masih tersedia di dalam kawasan hutan.
3.6.    Kucing Tandang  ( Felis planiceps )
Beberapa jenis kucing dapat dengan mudah beradaptasi dan hidup di beberapa habitat yang berbeda, termasuk di daerah dekat pemukiman penduduk. Beberapa jenis lainnya lebih mengkhususkan diri dan terbatas penyebarannya pada habitat-habitat tertentu. Karena keterbatasan ruang hidup mereka, dan akibat perubahan yang terjadi pada lingkungan mereka seperti pengrusakan habitat dan pencemaran; jenis-jenis ini biasanya lebih terancam jika dibandingkan dengan jenis-jenis yang disebutkan sebelumnya.
Hutan Hujan Tropis merupakan habitat utama bagi kucing liar yang ada di Asia Tenggara dan diperkirakan ada sebanyak sepuluh jenis kucing liar, atau semua kucing liar yang ada di Asia Tenggara menghuni kawasan ini.
Kucing tandang (Felis planiceps atau Prionailurus planiceps).— Kucing ini hidup dalam hutan primer, hutan sekunder, ladang atau hutan rawa, tetapi tidak bisa lepas dari daerah perairan (daerah lahan basah) karena makanan utama yang diketahui sampai saat ini adalah ikan. Kerusakan kualitas lahan basah, khususnya jaringan sungai, akibat sedimentasi yang dipicu oleh pengrusakan hutan, telah menurunkan ketersediaan sumber makanan bagi jenis ini. Akibatnya, jenis ini dianggap telah mengalami penurunan populasi sebesar 20%, bahkan lebih, selama 12 tahun terakhir. Perkiraan populasi yang tersisa di seluruh wilayah sebarannya (Malaysia, Sumatra dan Kalimantan) mungkin kurang dari 2.500 individu dewasa saja.
3.7.    Bangau storm  ( Cincinati stormii )
Bangau adalah sebutan untuk burung dari keluarga Ciconiidae. Badan berukuran besar, berkaki panjang, berleher panjang namun lebih pendek dari burung Kuntul, dan mempunyai paruh yang besar, kuat dan tebal. Bangau bisa dijumpai di daerah beriklim hangat. Habitat di daerah yang lebih kering dibandingkan burung Kuntul dan Ibis. Makanan berupa Katak, ikan, serangga, cacing, burung kecil dan mamalia kecil dari lahan basah dan pantai.
Bangau tidak memiliki organ suara syrinx sehingga tidak bersuara. Paruh yang diadu dengan pasangannya merupakan cara berkomunikasi menggantikan suara panggilan. Bangau merupakan burung pantai migran, terbang jauh dengan cara melayang memanfaatkan arus udara panas sehingga dapat menghemat tenaga. Foto burung Bangau yang sedang terbang oleh Ottomar Anschütz (1884) menjadi inspirasi Otto Lilienthal untuk membuat glider yang digunakan untuk terbang layang pada akhir abad ke-19.
Sarang digunakan untuk beberapa tahun, berukuran sangat besar, diameter hingga 2 meter. dan kedalaman sarang 3 meter. Bangau pernah dikira monogami, tapi ternyata tidak selalu benar. Bangau cenderung setia pada sarang dan pasangannya, tapi mungkin juga berganti pasangan sehabis migrasi atau pergi bermigrasi tanpa ditemani pasangannya.
Bangau berukuran besar ini hanya tersisa dalam jumlah populasi yang kecil dan terfragmentasi (diperkirakan tersisa antara 250 dan 500 individu dewasa saja). Penurunan populasi jenis ini terjadi sangat cepat, dan diduga berkaitan erat dengan kehilangan habitat akibat penebangan hutan dan perubahan fungsi hutan menjadi perkebunan besar. Bangau ini hidup dalam hutan dataran rendah yang masih utuh, terutama di sekitar perairan atau dataran genangan sungai-sungai besar.  

Jenis ini biasanya penyendiri, meskipun kadang-kadang ditemukan dalam kelompok kecil.
Dikarenakan bangau ini merupakan burung migran, maka yang pasti selama perhentian transitnya akan memerlukan sumber pakan dan memperhatikan pakan bangau ini adalah merupakan satwa di air, maka dengan keberadaan aliran sungai yang berada di dalam kawasan hutan dipterocarpa dataran rendah,  akan merupakan tempat transit yang ideal bagi bangau storm. 

1 komentar: